English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Pages

Selasa, 04 Oktober 2011

CINTAKU SELALU PADAMU


Episode 1
Cintaku Selalu Padamu
LAILA TERKEJUT KETIKA DIPANGGIL.
Suara ayahnya terasa begitu lantang. Dan ia yakin bahwa kali ini ia akan dimarahi. Dan ia yakin bahwa kemarahan ayahnya kali ini mestilah mengenai soal penting.
Gemetar Laila melangkah menuju teras samping rumahnya, dimana suara tadi bersumber.
" Duduk ", kata ayahnya.
Laila sebetulnya mau duduk, tetapi langkahnya gemetaran menuju kursi, jadi terlambat.
" Duduk ! mau membangkang lagi ya ? "
" Tidak, Papa ".
" Papa tidak terlalu banyak omong seperti mamamu, Laila. Secara singkat Papa peringatkan kamu agar tidak lagi main cinta dengan pemuda itu ".
" Pemuda yang mana Papa ? " Tanya Laila.
" Ah, kamu jangan berlagak pikun. Pemuda yang disebutkan Mamamu ", kata yahnya dengan tatapan mata tajam.
Laila tunduk oleh tatapan mata yang tajam itu. Dia menundukkan kepala . Dia masih berusaha membela diri : " Kalau mas Daud Waitulo yang Papa maksud…."
" Ya,…. dia itu ! ",potong sang Ayah.
" Kalau dia yang Papa maksud ", kata Laila masih tertahan – tahan , maka sang ayah memotongnya segera :
" Memang dia yang kami maksud. Yang surat kamu untuknya yang tidak jadi itu ditemukan. Namamu dalam kantong jaketmu… yang kamu katakana disitu minta perlindungan daripadanya, yang, yang kamu minta ajak diauntuk minggat dan kawin di kota lain, yang, yang, yang semua itu membuat rusak nama keluarga ! "
Laila berusaha menahan air matanya. Ayahnya menatap kearahnya. Ayahnya ingin melihat wajah Laila. Dia berkata, " Coba jangan berlagak patuh didepan Papa , nunduk – nunduk, hayo angkat kepalamu ! "
Laila tak bias menahan derai air matanya, Ayahnya membentak : " Ayo angkat kepalamu !"
Laila mengangkat kepala sedkit, dan dengan air mata berlinang ditatapnya ayahnya, Kini suara Ayahnya terdengar sendu :
" Kamu, Laila. Kamu Papa sayangi sejak kecil, kenapa setelah besar begini berani membuat putusan – putusan sendiri ", kata Ayahnya .
" Laila nggak mau kawin paksa, papa ! "
" Lho! Siapa yang mau kawin paksa ? Papa hanya melarang kamu berhubungan dengan Daud Waitulo itu. Bukan kawin paksa ! " , kata si Ayah lagi. " Kami semua tidak suka dengan tongkrongan dia ! tongkrongan dia yang jadi soal. Mengerti nggak ! Kami orang - orang tua, tahu betul tongkrongan orang – orang yang tidak betul, bandit – bandit, bajingan – bajingan, tukang goda perempuan, tukang rayu. Jelas ? "
" Jelas, Papa ". Sahut Laila menahankan tangis. Terdengar isak tangisnya kini.
" Kamu bersumpahlah pada papa dan mama, bahwa kamu tidak akan memilih Daud sebagai suamimu, demi keselamatan hari depan perkawinanmu", kata sang ayah.
Laila merasa ini bukan sumpah, melainkan ultimatum. Ini berarti Laila musti putus hubungan dengan mas Daud.
Tetapi Laila mencoba bertanya lebih dulu, sebelum ultimatum itu diterimanya. Sambil menundukkan kepala dia bertanya: "Papa….apa papa benar-benar kenal dengan watak dan pribadi mas Daud sampai papa begitu pasti memberi penilaian terhadapnya?"
"Jangan ajari orangtua dalam soal menilai!", bentak ayahnya mendadak.
"Jadi papa kenal dengan pribadi mas Daud. Dan pribadi dia pribadi bandit, suka ganggu perempuan, bajingan dan lain-lain itu ya pa?"
Tanpa diduga muncul Sarita, adik Laila nomor dua, Sarita nyeletuk: "Ah, kalau soal mas Daud sih orangnya keren, baik hati…."
Sang ayah, dalam menghadapi Sarita selalu tidak bias bersikeras. Sarita di manja orangtua karena dia dua kali membikin cemas keluarga: pertama ketika berumur 8 bulan hampir mati karena menderita sakit panas dikerongkongan, dan kedua ketika berumur 7 tahun hampir hancur lebur sebab sudah berada dibawah bus.
Hanya jalan yang kebetulan sompel yang menolong jiwa Sarita. Dia dianggap sebagai " Maskot ". Laila beruntung karna interupsi dari Sarita.
" Nggak model lagi, Papa, kawin – kawin paksa. Musti dijodohin sama ini, sama itu . Biar sama maling atau rampok sekalipun, biarin saja orang sekarang memilih pacarrrrrr ! , dan Sarita mengucapkan " Pacar " tadi dengan langgam " Pac-haaaaarrrrrrrr ", sehingga sang Ayah berusaha menahan jengkelnya.
" Sarita masuk " , perintah sang Ibu yang tiba – tiba muncul diteras samping.
" Ah, Ita Cuma mau nimbrung saja kok Mama ", kata Sarita.
" Nimrung juga nggak boleh . Ini pembicaraan orang tua " , kata sang Ibu.
" Okey, Mama. I Love you " kata Sarita dan pergi lari.
Sarita baru berusia tujuh belas tahun, tetapi sikapnya kadang kala memang kekanak – kanakan. Mungkin karena dia tahu dia dimanja.
Episode 2
Setelah Sarita pergi sang Ibu memulai ucapan : " Begini saja. Dengerin nasehat orang tuamu, Laila. Banyak Contoh, dimana anak – anak kualat sama orang tua, Hidupnya mana yg selamat. Liat temenmu sendiri berapa ekor tuh yang gagal ".
" Emang betul Mama ", kata Laila.
" Nah sekarang ikuti kemauan orang tua sekali ini, Laila. Kita bukan memaksa kamu putusin hubungan sama si Daud. Anak itu baik juga kelihatannya ".
" Kalau baik kenapa Papa yang vonis sebagai bajingan, sebagai bandit ? "
" Siapa yang bilang bandit ? " Tanya sang Ibu.
" Papa ", kata Laila cepat.
Ibu itu menoleh pada suaminya dan dia berkata : " Kau kalau ngomong yang nyatroni dong, Pa ! Recht op het doel afgaan , buntut suara ibunya yang berbahasa belanda suapaya Lila tidak mengerti.
Laila memang tidak mengerti bahasa belanda itu. Tetapi akibatnya ia menafsirkan bahwa ada sesuatu yang mutlak, pendeknya suatu dalih, agar laila putus hubungan dengan Daud.
Itulah kira – kira tanggapan Laila melihat Ibunya ketika berbahasa belanda intu.
Dan lebih curiga lagi ketika Ibinya ngomong campur lagi dengan bahasa belanda :
" Si laila ini kalau dibiarkan terus sama dia itu, heh, meer dan hij afkan, Pa ! ", dan ditegaskannya pula dalam bahasa inggris : " more than he can manage ! ".
Laila mengerti sedikit, namun kecurigaan Laila bertambah bahwa dia akan dipepet dan dipojokkan kini. Maka Laila berkata : " Laila akan patuh ,deh ! ".
Setelah berkata begitu, Laila pergi dari teras. Ayahnya tampak senang dengan ucapan singkat Laila. Namun Ibunya lebih arif lagi. Ibunya berkata : " Kita tak bias gembira begitu saja dengan kata – katanya Laila akan patuh , Deh……kita musti bisa meyakini dia, bahwa Daud bukan jodohnya ! ".
" Ngomong sih gampang , Mam. Anak macam Laila ini mengenal logika ! kita jangan anggap dia itu enteng. Dia cerdas. Dia pandai menganalisa. Dia keras hati dan juga keras kepala. Salah – salah dia bisa minggat dari rumah ini untuk bisa kawin dengan Daud ".
" Berapa lama sih dia tahan pisah dengan kita ? " Ibu itu menantang.
" Ngomong kau sekarang. Begitu dia minggat, kamu pun minggat ", kata sang suami.
Ibu Laila ter perangah dia mengulangi keyakinannya : " Dia melakukan siasat berlagak mematuhi kita. Ik berani bertaruh sama jij, Pa…….si Laila pasti akan melarang Daud mampir kesini lagi. Selanjutnya mereka akan mencari tempat rendezvous yang lain. Dan itu lebih berbahaya lagi ".
Sang suami diam.
Sang istri menambahi : " Lebih bahaya lagi kerena tiba – tiba saja kita dikasih fait accompli : Laila bunting ! ".
" Ah, pikiranmu selalu negatif 3 tahun aku kawin dengan kau, Mam, kau baru bunting ".
" Tetapi soal Virgin, soal keperawanan ! bisa saja mereka disatu tempat rendezvous. Lantas Laila bunting. Kita berdua jadi bego dan malu. Terpaksa dikawinin. Anak-anak sekarang kan banyak gitu, Pa ? cinta buat mereka terlalu simpel. Mereka tidak mengenal apa yang oleh kita di agungkan : De eliefde peoor de kunst. Cinta buat generasi Laila sekarang ini ibarat barang mainan. Nggak jadi sama ini , sama itupun jadilah. Mereka tak punya semboyan mengenai apa keagungan cinta apa keagungan perkawinan. Mereka tak punya apa yang kita agungkan sebagai " een huwelijk uit liefde ", a marriage of love ".
"Dus kita harus keras ", kata sang suami .
"Keras justru bahaya. Kita musti bersikap lunak pada Laila. Kita harus banyak dekat dengan Laila. Jangan kita – kita ini Cuma selalu cari duuuit saja. Cari kemewahaaaan, saja !".
" Lho , kamu yang selalu begitu : minta kulkas baru , minta meubel elite macam – macam ", bantah sang suami.
Ibu Laila terhempas oleh bantahan suaminya . Ia berniat ingin menyadarkan Laila suatu ketika , sendirian artinya : empat mata . malam ini tidak kena. Sang ibu tak ingin Laila begitu gampang jatuh ketangan pria yang belum punya watak seperti dia memilih Ayah Laila dengan segala seginya yang pantas.
Dan bilamana pilihan itu tiba Laila belum pulang juga. Katanya kerumah teman .
Sang Ibu menunggu di rumah tentu Laila bukan ke rumah temannya .
Pasti bersama Daud .
Dugaan sang Ibu tidak meleset.
Laila memang sedang bersama – sama Daud. Bahkan di rumah kontrakan Daud.
Dia tampak sedang membersihkan perangkat makan dari meja. Mungkin mereka berdua barusan saja selesai makan malam bersama. Dari meja Laila membawa perangkat piring – piring untuk dicuci . Ketika Laila mencuci piring , Daud ikut jongkok menemani.
" Memang kamu pantas menjadi nyonya ku ". Kata Daud.
" Hanya Papa dan Mama ku menganggap kita tak pantas menjadi suami istri ", kata Laila.
" Semua orang tua didunia ini egois. Tak ada orang tua yang langsung setuju dengan lelaki pilihan puterinya. Kecuali kalau lelaki itu merekayang pilih. Kalau puterinya yang memilih, musti ada saja yang kurang ".
Laila menyusun piring – piring yang baru dicuci itu dirak piring. Daud berkata : " Aku harus lebih sering bertemu kerumahmu, supaya mereka lebih kenal calon mantunya '.
Laila menaroh piring dirak itu, tetapi matanya menatap Daud dengan sikap berat. Daud merasa heran : " Kenapa Lail ? "
" Jangan lagi " , kata Laiala.
" Jangan lagi bagaimana ? tidak boleh dating ? " Laila hanya menggelengkan kepala. Dia kemudian menyusun semua piring dan gelas itu dengan rapi, dan melap tangannya. Kemudian dia melangkah menuju meja makan yang sudah bersih itu. Tangannya bersitelekan diatas permukaan meja makan itu. Suaranya penuh perasaan : " Mereka tidak suka kau . Saya kira mereka sudah ada pembicaraan dengan famili terdekat. Mungkin juga sudah janji ".
Episode 3
Diangkat tangannya yang bersitelekan itu, dan dia berbalik, berhadapan dengan Daud yang tadi berdiri tepat dibelakangnya. Maka dipeluknya Daud : " Mas Daud. Laila tiba – tiba takut mengambil keputusan, maka nantinya mas Daud malahan menyia – nyiakannya ".
" Menyia – nyiakan apa maksud mu ? " Tanya Daud.
" Menyia – nyiakan nasib Laila ", kata Laila. " Mas tau sendiri, Mama dan Papa sebetulnya saying pada Laila. Mas tidak tahu, bahwa Mama punya sikap pukul rata terhadap generasi kita sekarang ini. Mama menganggap itulah yang dibilangnya kepada Papakudimalam itu…..dianggapnya generasi sekarang ini cintanya murahan, gampangan. Tidak jadi dengan mas Daud, dikiranya Laila bisa saja ganti dengan pemuda lain ".
" Jadi kalau pendapatmu sendiri ? " Tanya Daud. Daud membenahi rambut Laila yang kusut.
" Buat Laila, mas Daud adalah segala – galanya. Buat saya tidak jadi dengan mas Daud lebih baik matisaja. Saya ingin buktikan pada Mama dan Papa , bahwa generasi kamipun mengenal cinta yang sebenarnya. Kalau perlu mati, ya mati ".
" Jangan terlalu negatif ". Kata Daud. " Kita pasti jadi suami istri. Tanpa perlu mati ".
" Dan buat Laila, bila Laila kawin sama mas Daud, kita hanya bercerai mati ", ucap Laiala. Karna tubuh Daud tinggi, ketika melepas pelukannya pada Daud, ditatapnya mata Daud dengan kepala tengadah . Dia berkata lirih : " Laila sungguh – sungguh , mas ".
" Akupun demikian ", kata Daud. " Tetapi cinta yang besar tunbuh dari macam – macam cobaan yang ruwet. Cinta kita akan semakin padat dan pasti. Saya tak pernah main – man dengan kau sejak pertama kali kita kenalan. Apa pernah ? ".
" Justru itulah ", kata Laila, " Mas Daud orang sekarang yang punya karakter sendiri, mas. Banyak pria seusia mas Daud yang tingkah lakunya meragukan. Tapi mas tidak ".
" Daud menghela nafas bahagia mendengar pujian gadis yang sangat dicintainya itu.
Lonceng jam dinding berdentang delapan kai. Laila melihat kedinding, lalu berkata :
" Sudah waktunya Laila pulang ", Laila kemudian menatap mata Daud.
" Disini saja dulu " , Kata Daud, menatap bola mata Laila. Bola mata itu tidak tampak gemerlap melainkan dilelehi air mata, " Kenapa kau mau menangis ? "
" Harapan kita tipis " kata Laila. " Kecuali kalau kita bersikap drastic. Yaitu mengambil langkah yang mengakibatkan putusnya hubungan dengan orang tua ".
Daud menghela nafas , dia mengangguk, menatap lagi pada Laila dan berkata : " Kita masih perlu menemukan jalan damai. Sebaiknya aku cepat – cepat melamarmu ".
" Ah, tak mungkin ", kata Laila, " Tanggapan orang tuaku – Papa dan Mama – sudah negatif, tanpa alas an. Mas Daud boleh saja Laila akui sebagai pria serius.
Buat mereka mereka negatifnya : tidak serius. Mas Daud sebagai bujangan kuanggap sudah siap berumah tangga. Segala – galanya sudah tersedia, sampai – sampai keset kaki di kamar mandi. Buat mereka mungkin negatif : mungkin mereka merasa telahpunya calon yang melebihi. Sulit, sulit, mas ". Dan Laila menangis. Tapi buru – buru dia hapus air matanya . Dan dia melangkah seraya berkata : " Dag, ya ? Laila pulang dulu, mas ".
" Laila ! " seru Daud.
Laila terus melangkah. " Laila ! "
Laila berhenti didepan beranda. Tidak menoleh karena air matanya bercucuran dengan dera.
" Kau tenanglah , Lail , saya memang harus melamarmu kerumah orang tuamu " kata Daud.
Laila menggelengkan kepala.
" Lailla bingung ", katany. " Sungguh Laila bingung…….mas ! "
Daud membelai – belai rambut nya. Laila berkata putus asa : " Laila pergi dulu, jangan datang kerumah ".
Mata Daud menatap berkaca – kaca sampai hilangnya Laila dalam kegelapan malam, diantara lampu – lampu dan keramaian jalanan malam itu.
Bila sampai dirumah, sang Ibu sudah menyongsongnyakepagar pekarangan. Ibu bertanya : " Kamu bener – benar pergi kerumah teman ? "
" Ya, Mama ", kata Laila tak acuh.
" Matamu merah, kamu seperti baru habis menangis ".
Kata sang Ibu.
" Memang ". Sahut Laila.
Ibunya menghela tangan Laila , sehingga Laila terbawa kehendak Ibunya tidak langsung masuk kerumah melainkan keteras samping. Lampu teras samping tidak dinyalakan. Tetapi dari lampu plafon pojok memantul cahaya yang lumayan menerangi teras .
Laila tahu ia akan diadili lagi. Sikapnya sudah siap – siap .
" Dari mana kau ? "
" Dari ruma teman, Mama "
" Betul ? " Tanya sang Ibu.
" Kalau Laila bohongpun Mama tidak tahu ", kata Laila.
" Kalau begitu kamu dari rumah Daud " kata Ibunya. Beliau berkata lagi seperti berkata pada dirinya sendiri : " Benar – benar keras kepala kau. Seperti yang Mama duga, kau akan melarang Daud kesini, sebaliknya kau yang akan kesana ".
" Papa dan Mama yang menciptakan saya menjadi orang pendusta ", kata Laila.
" Keras kepala…….. ", gerutu sang Ibu, " Kau akan mengalami nasip jelek nanti, Laila "
Laila merenungi ucapan Ibunya : Benarkah ramalan ini ? jika benar, apakah aku mulai kini siap memasuki kutukan ibu ?
" Saya kira hidup saya akan bahagia jika do'a Papa dan Mama ikhlas ", kata Laila.
" Kau memang pintar bicara, Laila . Tadi Papamu ngomel – ngomel kau lambat pulang. Itukah yang kau inginkan dirumah ini ? cekcok, marah, dan saling tuduh – menuduh ? Tahukah kamu ? Mama yang dituduh Papa setiap hari sebagai ibu yang longgar, tidak streng ! hanya karna soal kau ? ".
Uacapan Ibunya tiba – tiba menyerap dan menelan perasaan Laila
Episode 4
Laila melihat air mata Ibunya yang mulai meleleh. Bukan air mata bohong – bohongan, ia tahu Ibunya orang yang lapang hati . Dan jika Ibunya kini menangis, itu karena sudah benar – benar sedih.
Sambil mengisak Ibunya berkata : " Papamu kalau marah , yang lain – lainnya kena marah . Tadi sebuah vaas yang paling Mama sayangi dibantingnya. Dituduhnya Mama membiarkan dirimu. Kata – katanya ngawur, dia mengatakan, Mama yang akan bertanggung jawab jika Laila rusak untuk kemudian menjadi pelacur.
Kata – kata apa itu, ha ? Apakah setiap orang tua sekarang harus pergi kemana anak nya pergi ? ".
Ucapan Ibunya mengandung simpati. Laila memasuki pembicaraan dengan cepat : " Kira – kira Mama setuju dengan mas Daud, kan ? ".
Kepala Mama terangkat dengan cepat. Matanya segera memperlihatkan sikap negatif : " Ah, Mama tidak setuju ! pokoknya kalau kau akan memaksakan kehendakmu, terserahlah. Tinggalkan saja kami, cari nasip sendiri.
Daripada kamu dirumah ini merongrong Papamu yang punya penyakit darah tinggi. Dia tidak menyebutkan alas an apapun, kecuali tidak suka dengan Daud ".
Tiba – tiba Laila berkata pasti : " Saya akan minggat ".
Sang Ibu terkejut.
" Laila ! "
" Adik Mama tokh kawin minggat, dan mereka sekarang mungkin lebih bahagia dari Mama ".
"Laila ! kau pelawan sekaran ! Kau Durhaka ! " seru sang Ibu.
Laila terkena sergap lagi oleh Ibunya. Buru – buru dirangkulnya Ibunya ketika dilihatnya Ibunya menangis tersedu – sedu. Dia benar – benar menyadari keterlanjuran kata – kata yang diucapkannya. Dipagutnya Ibunya erat – erat : " Maafkan Laila, Mama. Laila benar – benar sangat mencintainya, Mama. Tetapi Lailapun saying pada Mama. Berikanlah Laila kesempatan untuk membuktikan pada Papa dan Mama , bahwa mas Daud itu baik, orang yang baik, Mama !"
Usahanya kelihatannya gagal meyakini, Ibunya pelan – pelan melepaskan pagutan Laila. Tampak beliau berdiri dengan lesu. Tampak kelesuan itu ketika tangannya membuka pintu teras. Dan masuk kedalam rumah . Kin tinggallah sunyi. Laila sendiri diteras itu dengan putus asa. Dibukanya tasnya. Dalam samar – samar diambilnya secarik kertas surat berbunga yang selalu ada ditasnya , dan selalu digunakannya untuk menulis surat pada pria yang dicintainya : Daud. Diambilnya vulpen. Ditulisnya singkat :
" Mas Daud, cintaku selalu padamu , mas, sekalipun bulan dan matahari berhenti bersinar, Laila ". Surat singkat itu dimasukkannya kedalam amplop. Besok paginya diposkannya.
Tapi setelah diposkan, Laila menyesal.
Dia khawatir, mas Daud akan salah sangka setelah menerima surat itu. Tetapi memang benarlah apa yang diduga Laila. Begitu Daud menerima surat itu, surat yang begitu singkat itu , tangannya gemetar . Dia baru kembali dari kuliah malam sebagai mahasiswa extension dan surat itu membuat seluruh rencananya batal akan menulis skripsi dimalam ini juga. Soalnya belum pernah Laila menulis surat sesingkat itu.
Daud mengira telah terjadi suatu keputusan keluarga yang mapan terhadap dirinya. Berhari – hari setelah menerima surat itu Daud menjadi bingung. Tiap ia mencoba bersikap jantan untuk pergi kerumah Laila, keraguannya muncul.
Untuk membalasnya tidak mungkin karna Laila selalu berpesan, jika dia menulis surat janganlah dibalas. Ini menyulitkan Daud dan membuat skripsi untuk gelar sarananya jadi benar – benar terlantar. Dia begitu cintanya pada Laila, dan jika dia mendatangi rumah Laila berarti Laila akan menerima beban kemarahan orang tuanya. Beban ini berarti dipikul Laila sendiri, dan itu adalah tidak adil didalam mencintai.
Memang banyak pria terlalu egois, menyuruh gadis yang dicintainya memikul beban sendiri. Akibat Daud tidak ingin menyiksa gadis yang dikasihinya, dia sendiri kini terlunta – lunta dibebani bayangan yang bukan – bukan. Sebulan ia harapkan lagi Laila akan muncul dirumah ini, tapi Laila tak datang jua.
Selama sebulan ini, bukan saja skripsinya terlantar, tetapi juga pekerjaannya dikantor acak – acakan.
Pagi ini Daud dipanggil Boss-nya.
" Biarpun saya tahu bukan kamu yang menggelapkan uang ini, tetapi karna kelalaian kamu maka Haryono sudah melarikan uang ini entah kemana ", kata sang Boss kepadanya.
Daud mandi keringat.
" Tetapi untuk melihat iktikad baikmu ". Kata pimpinan perusahaan dimana ia bekerja. " Saya minta kamu melakukan tugas mu yang terakhir. Bikinlah konsep iklan atas larinya Haryoto. Dan siang ini perlihatkan pada saya, masukkan disurat khabar sore dan pagi, selama du hari berturut – turut ".
" Baik, Pak ", kata Daud dengan hati ciut.
Dia berdiri mau meninggalkan ruang direktur, tetapi terdengar lagi : " Daud….."
" Ya, Pak "
Pimpinan perusahaan itu menatap wajah Daud dengan sedikit hiba. Dia berkata :
" Kalau nanti kamu kami berhentikan dengan hormat, itu adalah atas saran saya.
Supaya kamu bisa ,menerima pesangon 3 bulangaji. Sekali lagi, saya ingin menyelamatkan kamu. Satu – satunya jalan yaitu, kami memecatmu dengan hormat, supaya kamu selama tiga bulan bisa mencari pekerjaan lain.
Ingat, ini seuah PT, saya bisa membelamu, tapi direksi lain telah menemukan kelalaian kamu. Persoalan apa sebabnya yang membuat kamu acak – acakan belakangan ini , Daud ? ".
" Persoalan pribadi, Pak ", kata Daud, " Tak usah saya utarakan disini ".
" Segera kerjakan iklan tadi. Saya mendo'akan kamu mendapapt pekerjaan yang layak di perusahaan lain. Kamu sebenarnya tenaga qualified, saya percaya itu. Kamu bisa tapi kamu lalai. Sudah . Pergi kerjakan yang saya perintahkan tadi ".
Pedih hati Daud ketika menerima surat pemberhentian itu, sekalipun tertera diberhentikan dengan terhormat , ia justru meresa kehilangan kehormatannya !.
Dia pulang kerumahnya dengan perasaan hampa, tetapi kejadian sedih itu justru melecut hati nya tidak akan menunggu tiga bulan agar dapat kerja kembali
Episode 5
Daud jarang kelihatan di rumah. Dan bilapun ia pulang , ia pulang setelah malam larut . Bila suatu malam ia pulang, ia temukan secarik kertas dimasukkan disela pintu. Ia tahutulisan itu. Tulisan Laila :
" Laila tadi siang ke sini.,mas Daud tidak dirumah. Laila sehat –sehat, semoga mas Daud demikian pula. Salam saying selalu, LAILA ".
Daud meletakkan surat itu diatas meja belajarnya.
Herannya , dia tidak ada getaran apa – apa atas surat itu. Tidak sebagaimana biasanya. Apakah karena dia sedang dirundung oleh mencari pekerjaan ?
Laila rupanya sudah begitu kangen juga padanya. Malam itu ia tidak bisa tidur dikamarnya. Ditinggalkannya kamar.
Dia keruang tengah. Satu – satunya lampu yang nyala hanyalah lampu baca.
Mungkin Papa barusan masuk tidur, karna surat kabar masih terhampar dekat kursi yang terletak dekat lampu baca itu. Suasana benar – benar muram oleh sinar lampu satu – satunya yang menyorot tajam kearah kursi yang biasa diduduki Papanya.
Tiba – tiba Laila disergap oleh putusan nekat. Ia ingin lari dari rumah. Ia sudah tak betah dengan rumah ini . Ia sudah benci. Dan itu takkan dilakukannya malam ini. Ia ingin bicarakan dulu dengan mas Daud.
Besok pagi.
Ya, pagi sekali ia kerumah Daud, tapi Daud tidak ada. Laila pergi kekantor Daud, hanya sebuah ucapan yang ia dapatkan : " Daud sudah berhenti ".
Laila menyesal sekali. Ia seakan – akan punya dugaan tepat, bahwa Daud telah diberhentikan karna lalai tugas dan ini semua akibat sikap keluarga difihak Laila.
Laila benar – benar menyesali orang tuanya. Daud telah menjadi korban sikap mapan orang tua Laila.
Tiba – tiba saja Laila ingat Joana, teman akrabnya sejak SMP.
Dengan naik becak , ia sampai diujung gang yang menuju rumah Joana.
" Hei, kamu Laila ! "
Joana dipergokinya ketika tepat sedang berpelukan dengan pacarna. Di rumahnya sendiri ia mendapat kebebasan begitu. Masih pagi lagi ! O, betapa irihati Laila menggelantungi hatinya ketika melihat mesranya Joana dan pacarnya.
" Laila, kamu nanti dating ya , dipesta perkawinan kami ", kata Joana.
" jadi juga dengan Solomon nih ? "
" Ya ", kata Solomon, " Cinta kalau sudah ngebet , harus segera masuk perkawinan ".
" Dari pada kececeran dijalanan ", kata Joana. Rupanya Solomon mau pergi, ia melihat jam setiap saat.
" Saya pergi , joan ", kata Solomon menepuk kepala Joana.
" Wah, saya mengganggu nih ", kata Laila.
" Memang dia sudah berencana mau pergi ", kata Joana.
Salomon Tamomoan pun akhirnya menaiki sadel dan berseru dari atas motornya : " Joan, ntar malem ya, jam 10 "
" Yuuuuuuuup ", sahut Joana melambai.
Laila benar – benar diterkam rasa iri hati : betapa mesranya Joana dan Solomon . Mereka sudah akan kawin.
Joana memperhatikan wajah Laila yang murung. Laila mau dihiburnya dengan bertanya : " Kamu kapan dengan Daud Waitulo ? "
" Belum tahu " sahut Laila.
" Bahaya lho pacaran lama – lama bisa nggak jadi ", kata Joana, " Tapi aneh nya aku dan Sal bisa begini tahan lama. Kau tahu nggak, aku yang mendesak kawin ".
" Sal sendiri ? " Tanya Laila.
" Dia si maunya siip dulu, baru kawin. Katanya tidak mau tergantung orang tuanya. Tapi ternyata dia belon juga cari kerjaan . Kudesak saja : biar sementara ditanggung orang tua. Nanti kalau sudah punya anak kan ada rejeki kata orang – orang betawi ".
Joana paling pandai ngomong. Buat Laila inipun jadilah. Kalau sudah ngomong Joana biasanya ceplosan terus ngomong tak ada habis – habisnya.
" yang ngebet itu saya ", kata Joana " Habis sudah bosen cium – ciuman melulu. Paling banter pegang. Keluar. Pegang. Keluar. Kamu tau nggak, itu bisa membuat kita jadi histeris . Maka daripada ngebet nggak karuan, ya lebih baik kawin saja "
Laila sebenarnya kerang mengerti dengan istilah – istilah ceritanya Joana. Tetapi ia menganggap Joana lebih berbahagia daripada nya.
" Kamu enak ", kata Laila. " Orang tua tidak merasa keberatan kalian pacaran. Saya ? Uh. Dihalangi, Joan ! "
" Barang kali anyak sekarang ini orang tua mata duitan. Babe gue saja kalau si Sal bukan orang kaya – anak orang kaya maksud gue – uhhhhh, kira – kira sih pantatnya sudah ditendang keluar rumah ".
Joana ambil nafas sejenak, tapi meneruskan lagi :
" Orang tua gue kan bisa direken melarat disbanding orang tua kamu , Lail ! Orang – orang yang melarat kadang – kadang lebih mata duitan daripada orang yang beduit ".
" Tapi babe gue sih lain ", kata Laila , " Mereka nenolak Daud dari soal dan alas an yang tidak jelas. Pokoknya gue nggak boleh sama Daud ".
" Ude deh, kawin tamasya aja ", kata Joana seenaknya.
" Kawin tamasya gimana ?"
" Kamu muat di iklan, kawin tamasya . Lu – orang pada pegi deh ke kantor catatan sipil. Beres. Akhirnya orang tuamu tokh mau akuin kalian sebagai suami istri" , kata Joana.
" Aku nggak berani ", kata Laila, " Aku terlalu saying pada Mamaku ".
" Kalau nggak berani ya resikonya tanggung sendiri. Menderita bathinlah! kayak gua . Lu tau nggak, begitu lama gua pacaran sama si Sal . Jangan kira gue udah bolong, Lail ? gua masih suci, karena Sal diajarin mral keperawanan oleh kakaknya. Kakaknya kan Pendeta ? Yaaaah, kadang – kadang gua sebel juaga maen – maen diluar doing. Tapi syukurnya gue punya kebanggan : Ditempat tidur penganten nanti gue masi perawan utuh. Sal masih Perjaka tingting ".
Pendeknya pagi itu Joana cukup berbangga akan dirinya sendiri. Laila Cuma menikmatinya dengan jakun turun naik : ngile .
Episode 6
Bila Laila pulang kerumah, ia mengharapkan pikiran tenteram. Tetapi rasa risaunya muncul kembali bila Laila terlentang diatas ranjang. Dia iangat pada mas Daud, mengapa ia berhenti bekerja ?
Seperti tiap malam sebelumnya, malam itupun Laila tidur sedikit. Cuma pagi – pagi sekali Sarita menbangunkannya :
" Mas Daud datang ", kata Sarita.
" Papa sudah pergi ? " Tanya Laila cemas.
" Sudah "
" Mama ? "
" Lagi kepasar sama bibik "
" Oh, syukurlah ", kata Laila.
Laila keluar kamar setelah merapikan sisirannya . Begitu rindunya untuk bertemu dengan Daud, sampai – sampai ia lang sung saja menemuinya.
" Kau kerumahku ? " Tanya Daud.
" Ya "
" Aku sudah ganti pekerjaan " kata Daud. " Sekarang kalau kau punya waktu, mumpung Ibumu dan Papamu tidak ada, kita kerumahku.
Laila tertegun. Ia bertanya : " Sudah dikasih minum ? " Ah, nggak usah repot – repot ", kata Daud , " Atau saya pergi duluan ? "
" Ya begitu saja ", kata Laila.
Daud buru – buru pergi dari rumah itu. Ada satu perubahan dilihat Laila : Daud memakai skuter baru.
Ketika mandi Laila merasa bahagia sekali, karna ia selama ini ia mendo'akan agar masa depan Daud cemerlang. Coba, seperti kemarin, mendengar Daud berhenti, begitu besar kekecewaan Laila, karena dikiranya keberhentian mas Daud di pengaruhi oleh kekacaubalauannya urusan – urusan pribadi mereka.
Pagi itu Laila berusaha berdandan secantik mungkin. Bukan itu saja, ia ingin memperlihatkan dirinya lebih feminim – lebih wanita – satu – satunya selera yang agung pada diri Daud.
Daud senang bila wanita itu pandai berdandan, pandai memberihkan rumah, pandai memasak dan keibuan . Karena itu, Laila berdandan serapi mungkin, secantik mungkin, tetapi tidak memberi kesan dipoles dengan alat make up yang berlebihan.
Benar, ketika ia muncul didepan rumah Daud, Daud berkata : " Bebera hari nggak ketemu kau kelihatan cantik ".
" Thanks " kata Laila singkat.
" Singkatnya, aku berhenti dikantor dulu ", kata Daud ," Tetapi aku dapat pekerjaan baru setelah melalui test interview, dan ditempatkan ditempat yang baik. Besok mulai bekerja. Kondisi gaji bagus. Aku akan bekerja keras di kantor baru ini, demi karirku, demi masa depanku. Yang ingin kucapai adalah kelak menjadi direktur muda dikantor baru ini. Aku percaya aku bisa. Aku percaya aku bisa hanya dengan do'a mu yang tulus. Demi masa depan kita ".
" Mas Daud masih memikirkan masa depan kita ?" Tanya Laila .
Dud Waitulo tercengang oleh pertanyaan itu. Tampak bola matanya tidak memperlihatkan sinar apa – apa lagi, dan bertanya : " Apa kau akan dikawinkan dengan orang lain ? "
Laila diam beberapa detik, tetapi beberapa itu menegangkang.
Ketegangan itu meledak juga akhirnya ketika Laila berkata : " Memang begitulah kira – kira. Laila baru jelas apa motif Papa dan Mama menolak mas Daud. Bukan karna warisan , juga bukan karna harta. Tapi sumpah diwaktu muda antara Papa dan Mama dengan teman akrabnya : " Bahwa nanti mereka akan saling ambil mantu ".
Daud terperangah. Ledakan itu tiba – tiba seakan membunuh jiwanya. Ia seperti terpana untuk beberapa saat, duduk dengan bertopang dagu, dan melirik Laila dua kali dengan tarikan nafas kedalam.
" Padahal saya akan melamarmu dalam minggu ini juga ", kata Daud.
" Kenapa ? "
" Entahlah. Dorongan bathin saya begitu ", kata Daud.
Laila diam , Daud diam . Tetapi ia melirik dua kali lagi pada Laila, dan disambut Laila dengan pandangan. Sebelum Daud menduga yang bukan – bukan, berkatalah Laila : " Saya akan minggat, benar anak – anak sekarang bila menganggap orang tua sekarang egois ! Tidak egoiskah bila Papa dan Mama ku mau mengawiniku dengan anak teman sekolahnya dulu karena sumpah diwaktu muda ? Hanya mau sama – sama mendapatkan kesenangan ? "
" Kau kenal pemuda itu ? "
" Ada dua kali dating, Tetapi saya tak ambil perhatian. Kedatangan Om dan Tante itu kerumahpun kelihatannya biasa – biasa saja. Atau mereka pintar bersandiwara ", kata Laila.
Daud lebih terhempas. Dia bertanya : " Bila dipaksakan juga, kau bersedia ?"
" Saya minggat ",kata Laila.
Laila tiba – tiba saja menangis. Daud membujuknya : " Mungkin bukan jodoh kita", dan dielus nya rambut Laila dengan penuh saying dan kelembutan. Terasa nafas ciuman hidung Dud pada ubun – ubun Laila, terasa amt mesra sekali. Terasa lebih perih suara Daud yang lembut : " Katakanlah kita tak jadi kawin. Menjadi suami isteri. Katakanlah begitu . Tapi cintaku padamu tak berkurang. Kita harus tetap saling mencintai ".
Laila tak tahan untuk minta didekap. Ketika Daud belum juga mendekapinya, Laila mendekapinya sambil berkata : " Mereka tak tau rumah ini. Aku tinggal dirumah ini saja, mas Daud ".
" Tetapi bila mereka melapor polisi, soal ini bisa jadi perkara besar ", kata Daud.
" Oh, ya. Kau pun akan diseret ke pengadilan ", ujar Laila , " sedang kau akan baru mulai dengan karier baru ".
" Aku masih penasaran " , kata Daud, " Beranikah kau memikul resiko, jika aku potong ditengah jalan. Sebelum rencana mereka klop, aku melamar mu saja ? "
Laila bangga dengan putusan ini . Katanya " Dulu aku bimbang, kini hatiku padat. Aku akan hadapi kemarahan Papa sampai yang paling decil ".
Laila melirik , menghapus air mata, bertanya, " Kapan mas Daud akan dating ? "
" Saya akan dating mendadak ", kata Daud.
" Saya berani memberi tahu dulu pada Mama supaya jangan mengejutkan betul ba gi mereka ", kata Laila.
" Itu juga baik" , kata Daud.
Kali ini Laila merasa mendapatkan dorongan bathin. Dipeluknya Daud dengan hangat , dan dia berkata : " Papa dan Mama harus menanggungkan kesalahan mereka. Aku tidak berdendam . Tetapi selama ini mereka tampak berdiam diri kalau ku beri tahu bahan – bahan baju dan benang berwarna, alat – alat menjahit segala itu kau yang belikan. Kalau mereka betul – betul punya rencana , mereka harus menolak sejak pertama kau membelikan apa – apa buat ku ".
" Itu tak usah kau bangkit lagi ", kata Daud, " hampir tiga tahun pacaran bagi kita adalah latihan jiwa. Kalau kita bisa berangsur – angsur mengalah kan rintangan, perkawinan kita kelak akan kuat ".
Laila menatap kemata Daud. Tatapan mata gadis yang memang sudah membutuhkan pria sebagai suaminya. Daud mendekatinya, mengadu hidungnya dengan hidung Laila. Mereka tampak sangat terangsang. Mereka berpagut dan berciuman. Bibir Daud perlahan – lahan menyentuh bibir Laila. Sekecup sekecup sekecup. Tetapi kemudian kecupan itu menempel satu sama lain, dan mata Laila tertutup terbuka merasakan nikmatnya ciuman pria tercinta itu.
Episode 7
Dia tidak merasa bahwa telapak tangan Daud sudah bergeser perlahan, bembuat Laila merasa pori – pori didadanya mengembang.
" Mas Daud " , bisik Laila.
" Kalau mereka menolak gimana ?" Tanya Laila, dan memanglah kadangkala jenis wanita adalah jenis mahluk yang lebih nekatdari pria. Tapi Laila tidak mau mengucapkan apa yang dimaksudkannya denga nekaditu. Sebenarnya memang wajar Laila tidak mau menyebutkannya. Betapapun tulus cintanya, suci hatinya, jujur danterbuka seluruhnya, namun soal, yang itu, ia tidak wajib mengatakanya . Itu memalukan.
" Aku juga nekad bisa ", kata Daud, memeluk Laila seerat – eratnya, " Tetapi selagi masih bisa secara wajar, wajarlah. Bisa saja kita sama – sama pasrah. Akhirnya kau kuhamili. Kita bikin orang tuamu menyerah pada kenyataan itu……".
Sama.
Ya. Sebetulnya itu yang dimaksudkan Laila dengan sebagai "nekad".
Memang sama begitulah yang Laila fikirkan. Cuma jika ada bedanya, Daud adalah jenis kelamin pria yang suka bertele – tele, berbeda dengan Laila yang dibatasi oleh naluri – naluri wanitanya untuk menyampaikan sikap kalbunya. Dalam soal nekadnya, Laila lebih nekad mungkin di banding Daud. Sekarang pun ia rela menyerahkan keperawanannya jika Daud betul – betul bersumpah untuk ambil resiko. Begitulah . Cuma ini tidak diucapkan Laila kepada Daud.Dia Cuma membiarkan Daud meraba tepi – tepinya, dan ia biarpun ingin dan ngebet, tidak mau membiarkan Daud lebih jauh dari itu. Tetapi Laila selalu membiarkan karena senang apabila Daud perlahan – lahan menanggalkan kaitan bh-nya. Entah bagaimana, kadang – kadang sisa – sisa cukuran kumis Daud yang masih numbuh dikit – dikit itu, menimbulkan suasana kecupan – kecupannya lebih membangkitkan birahi, biarpun kadang – kadang Daud menggigit – gigit kecit.
Hari itu Laila seakan – akan sudah ingin terus terang : Sekarang saja ! Ini karena ia tersentuh oleh peningkatan kenikmatan yang membikin ia merintih untuk menyampaikan rintihan penyerahannya. Tetapi Daud merupakan Pria yang cukup mampu menahan diri dan tetap tidak menodai Laila. Dia benar – benar ingin membuat Laila tetap perawan dimalam pengantin nanti, bila lamaran disetujui tentu.
Ibu Laila jadi kaget mendengar hal yang disampaikan Laila.
" Edan sekali ! Apa kau tidak punya perasaan sudah kami bawa Richard kesini ? kamu kira Papa da Mama Cuma orang tua – orang tua yang tidak serius ? "
" Saya tidak mengatakan Papa dan Mama main – main " , bantah Laila, " Tapi mas Daud akan kesini hari rabu untuk melamar. Cuma itu yang saya bilang ".
" Kapan kau ketemu dia ? " Tanya Ibunya agak bersuara kasar.
" Saya kerumahnya ", kata Laila.
" Kami akan malu dengan keluarga Richard ", kata sang Ibu.
" Saya tidak tertarik dengan Richard ", kata Laila.
' Anak sekarang pilihan nya memang yang blo'on , sama sekali tidak punya selera elite. Yang kamu sukai tidak lain macam Daud, macam Daud macam Daud itu lain tidak ! baiklah. Suruh ia dating kesini hari rabu tanggal 6 , dan bilang kepadanya kami pasti menolak lamarannya ".
Tanpa diketahui oleh Ibunya Laila, sebenarnya telah ada diberanda saat itu seorang tamu yang sudah dipersilahkan duduk oleh Sarita. Tamu itu tidak lain adalah Richard.
Ibu Laila tiba – tiba merubah sikap marahnya menjadi berbaik – baik pada tamunya: " Eh, Richard ada apa dick ? "
" Undangan makan malam dari papa dan mama ", kata Richard memberi sepotong kartu nama ayahnya yang dibungkus amplop kecil dengan sedikit pesan didalamnya.
" Tante musti bawa Laila , Dong ?" kata sang Ibu.
" Itu terserah Laila ", kata Richard.
Dari sudutu ruang makan Laila berkata perlahan, sopan, tapi kedengaran : " Laila sorry ya Dick, nggak bisa pergi ".
Tetapi setelah dibentak – bentak oleh Ayahnya. Laila akhirnya berpakaian juga untuk pergi memenuhi undangan makan malam oleh ayah dan ibu Richard.
Dalam mobil Laila bungkam seribubasa .
Tetapi dia bersikap ramah sewaktu berdapan dengan orang tua Richard. Richard pun kelihatan agak gallant. Memang dia gantang dan begitu sopan ketika berkata :
" Sementara yang tua kongkouw, kita kekebu ".
Laila gemeter dan ragu memenuhi ajakan itu . Tapi ia tampak sedikit aman oleh sikap – sikap Richard.
" Maaf tadi kami lagi perang hebat ", kata Laila .
" Saya tau ", kata Richard.
" Katanya kamu mau melanjutkan study ke Amerika ? " , Tanya Laila.
" Maksudnya memang begitu ", kata Richard.
Laila kini siap untuk bertekat pasif. Dia duduk saja dikursi itu dengan sikap tenang dan sopan, dan menanti Richard ngajak ngomong. Padahal ada soal yang ingin dikemukakannya secara terus terang sekarang ini kepada Richard.
" Kau sudah punya pacar ? " Tanya Richard.
Laila kaget bagai mendengar bom. Richard mendorongnya lagi dengan tandatanya : " sudah kan ? "
" Sudah "
" Boleh tau nama pacarmu ? "
" Boleh ", kata Laila.
" Siapa ? ", Tanya Richard, dengan suara tetap sopan.
" Daud ", kata Laila , " Daud Waitulo ".
" Bagus ", kata Richard, " Kamu jujur. Cewek – cewek sekarang ini lebihnya dari cewek – cewek zaman orang tua kita adalah mengatakan sesuatu yang jujur ".
" Ya, buat apa menipu diri sendiri ", tambah Laila.
" Memang mereka yang menipu diri sendiri adalah mereka yang tidak berbahagia sampai kapanpun ", kata Richard.
Laila jadi tertarik. Dia ingin tahu apa maksud undangan makan malam ini. Ia bertanya : " Kira – kira apa arah undangan makan malam ini ? "
" Mereka akan memantapkan pembicaraan mengenai perkawinan antara kau dan saya ", kata Richard.
" Kau sendiri bagaimana ? ", Tanya Laila tak bisa menahan diri lagi.
Richard tertawa. Dia berkata sambil ketawa manis : " Kadang – kadang lucu melihat orang – orang tua memikirkan sesuatu mengenai kita anak – anaknya . Mereka mau menganggap kita ini seperti bola golf. Dipukul dengan stick jauh – jauh. Mereka jalan santai mendekati tempat kita jatuh. Setelah dekat, mereka memainkan kita dengan pukulan lambat untuk memasuki lobang yang kecil. Kadang – kadang orang hidup suka mengabil sikap dengan benda apa yang paling dekat dia. Dia memelihara anjjing, sikapnya kayak anjing. Dia memelihara tujuh babu dirumahnya, sikapnya ya jadi kayak 7 babu itu. Repot nggak karuan ".
Episode 8
Untuk yang pertama Laila menemukan tokoh Richard yang sejati dan menarik. Laila ketewa mendengar perbandingan lucu yang di ucapkan Richard.
" Pernah kau dengar bukan ? orsng – orang tua kita dullu satu kelas di Mulo. Lantas sama – sama satu kelas di AMS Solo. Mereka pacaran, mereka kawin. Kawinnya pun setelah sama –sama lulus AMS. Lalu ibumu dan ibu saya sama – sama hamil. Menghamili kamu dan menghamili saya. Ketika bayi lahir, bedanya saya sedikit tua beberapa hari dari kau. Lalu mereka jumpa. Omong – omong dan angkat sumpah : Kalau kita sama – sama panjang umur, anak kita akan kita jodohkan : Dick dan Laila. Oh, nostalgia ! Semua orang tua sekarang ini otaknya berisi nostalgia !.
Laila gembira. Lalu dia pancing dengan Tanya : " Kamu setuju kita menjadi alat – alat impian , alat alat nostalgia mereka ? "
Richard tertawa, ketawanya enak. Laila senang dengan ketawa enak itu, tapi itu membuatnya tegang beberapa detik. Kata Richard : " Saya ini punya pacar, gadis America. Dulu orang tuanya dan dia tinggal di Jakarta sebagai Duta Besar. Dia mendesak saya ke America, sambil nerusin pelajaran, juga ngajak kawin. Na ini orang – orang tua kuta nggak ngerti : Kamu sudah punya Daud. Sayapun sudah punya Elizabeth ".
" Apa yang bisa kita buat sekarang ? " pancing Laila.
" Kamu tinggal diam saja ", kata Richard, " Pada waktu saya diajak mama dan papa ke rumah kamu, melihat sikap kamu yang dingin kepada saya, saya pun juga sudah maklum kalau kamu sudah punya kekasih. Itu bukan berarti kamu benci saya, tentu tidak. Tetapi lain toh, cewek yang sudah punya pacar tetap atau yang belum ? ", Richard ketawa enak lagi, disambut dengan enak pula ketawanya Laila. Laila gembira karna inilah salah satu cara lain untuk mengatakan pada generasi tua, bahwa generasi muda bisa mengurus diri sendiri.
" Saya akan bilang ini malam juga ", kata Richard.
Lalu pelayan muncul : " Tuan Dick, silahkan ke dalam ".
Pelayan itu pergi , Richard berkata : " Itu babu No. 4 bagian panggil – panggil untuk makan. O, nostalgia mau meniru zaman Belanda yang mama mereka itu minder kepada Belanda semasa mereka masih di Mulo dan AMS ! ".
Lalu muncul lagi pelayan, membersihkan minuman dimeja kebun itu. Begitu pelayan pergi Richard memberi komentar: " Ini pelayan No. 5, kerjanya angkut –angkut gelas begitu ada pemberitahuan dari pelayan No. 4 tadi. Siklus rumah kami ibarat mesin. Tujuh pelayan secara rutin mendengar bell – bell dengan suara tertentu, dan mereka menjadi mesin komputer keluarga kami yang, yang, yang bahagia ".
Lalu Richard mengajak Laila : " Mari ikut rame – rame dengan impian mereka. Malam ini setelah kamu pulang, saya akan jadi pemberontak. Seolah – olah saya meledakkan bom yang akan bikin papah dan mamah saya semaput ".
Benar.
Itu terjadi.
Richard berangkat ke America hanya seminggu setelah makan malam bersama itu. Papa dan Mama Richard dating ke rumah Laila, dan akhirnya mereka bertangisan bersama – sama.
Impian mereka lenyap setelah bertahun – tahun mereka pelihara sebagai ramuan sebuah nostalgia.
Tetapi tiadak urung, Laila kaget juga ketika mas Daud dating hari rabu tanggal 6. Papa mau Mama menolak lamaran Daud . Katanya : " Laila akan melanjutkan study lagi , dan kami kira dia baru akan akmi setujui untuk kawin di umur 25 tahun ".
Buat Daud sakit sekali.
Tetapi tidak diceritakan disini mengapa akhirnya Daud dan Laila akhirnya kawin tanpa restu Papa dan Mama Laila. Itu tidak akan diceritakan sekarang , karna nanti Laila akan bercerita sendiri.
Sekarang biarpun sangat singkat, akan diceritakan juga betapa merintihnya Laila ketika ia menyerahkan mahkota kesuciannya kepada Daud, sebagai suaminya yang syah.
Sakit . Tapi nikmat.
Dan terpaksa diceritakan dengan singkat…………………
Episode 9
PERKAWINAN Laila dan Daud Waitulo hampir saja mengalami goncangan. Baik Laila maupun Daud tidak pernah menginginkan hal ini. Dan kedua suami istri ini, sedikitpun tidak menduga, bahwa kegoncangan itu akan dating diam – diam . Karena mereka telah k awin tiga tahun lamanya. Dan tiap tahun selalu mereka rayakan dengan bersepi – sepi , berdua saja, dalam samar cahaya lampu lilin besar yang sengaja mereka beli sehari sebelum hari ulang tahun perkawinan itu.
Anehnya , hari perkawinan ulang tahun mereka tidak pernah dating pada hari minggu. Padahal, Daud sangat ingin suatu hari akan jatuh pada hari minggu, sehingga ia pernah berkata : " Kalau jatuh dihari minggu, aku kepingin sejak pagi menemani kau memasak didapur. Bahkan ikut memilih tablak meja tempat kita menaruh makanan pada hari itu ".
" Coba kita lihat kalender tahun depan ", kata Laila.
Daud Waitulo buru – buru mengambil buku harian kantornya yang mempunyai kalender tahun berikutnya. Daud berseru dari kamar : " Laila ! Seperti menang lotere , tahun depan jatuh hari minggu ! " kata Daud seraya memperlihatkan kalender di buku harian kantornya.
Laila menepuk punggung Daud dengan senangnya : " Kau seperti orang yang dicintai Tuhan . Segala yang kau minta selalu dikabulkan ".
Ketika itu , Daud berkata dalam hatinya : Hanya satu lagi permintaanku yang belum dikabulkan Tuhan. Yaitu seorang anak dari kandungan Laila.
Namun kata – kata hatinya itu tidak diucapkannya kepada Laila. Baik ketika enam bulan mereka membangun rumah tangga. Maupun setahun, dua tahun, dan kini telah tiga tahun sebagai suami isteri. Daud takut, Laila bisa tersinggung jika keinginannya ini melukai hati isterinya.
Dan, pada hari ulang tahun yang ke tiga itupun berlalu dengan senyuman bahagia. Mereka sama – sama meniup tiga batang lilin besar. Dan minum the. Kemudian menikmati makan malambersama.
Ketika makan malam, keduanya masih melontarkan kenangan – kenangan indah semasa pacaran, dan hari – hari indah dipermulaan mereka hidup bersama dibawah satu atap, dirumah ini. Laila masih ingat, dimalam ke dua mereka pergi nonton bersama di bioskop Megaria. Dan pulangnya membeli sate madura, dan makan berdua diteras samping. Malam itu meeka berdua tidur agak lambat, dan karena banyak nyamuk, Daud sempat menyemprot nyamuk – nyamuk itu .
" Ingatkah apa yang kau katakan sehabis menyemprot nyamuk itu, mas Daud ? " Tanya Laila. Daud rupanya masih ingat. Terbukti ia mengucapkan kata – kata itu persis sekali. Kata Daud : " Kukatakan padamu : Jangan biarkan mereka mengintip kita berpeluk dalam kelambu ".
Laila tertawwa. Dan malam itu mereka mencari lagi lelucon – leluconindah di tahun – tahun yang silam sampai akhirnya mereka sama mengantuk . Menjelang tidur, Daud berkata : " Semoga tahun depan aku bisa menggendong bayi ".
Laila terkejut mendengar kata – kata itu . Ia yang sudah mengantuk jadi terjaga kembali. Untuk pertama kali ia mendengar Daud ingin punya anak. Selama ini Laila takut apabila Daud suatu saat akan mengatakan hal itu sebagai suatu ketagihan. Sebab tidak sedikit sejarah wanita sebagai isteri senantiasa menjadi biang keladi apabila tidak bisa hamil. Hanya wanita yang dianggap mandul. Ini lah yang ditakutkan Laila selama tiga tahun tidak hamil – hamil jua. Dan yang ditakutkannya akhirnya muncul dimalam yang tadi amat menyenangkan itu .
Daud menyadari ia tidak sengaja mengucapkan kata – kata itu. Ia benar – benar terlanjur mengatakannya. Ia buru – buru berkata : " Maafkan aku terlanjur berkata demikian ".
" Kau tak salah ", kata Laila , " Karena tiap suami ingin mendapat identitas sebagai seorang ayah ".
" Tapi aku seharusnya tidak mengucapkannya ", kata Daud.
" Ada baiknya itu kau ucapkan, mas. Apabila semua itu kau simpan – simpan dibawah permukaan hatimu, suatu saat ia akan muncul juga ".
Daud tetap merasa bersalah. Ia tidak berkata apa – apa lagi. Tapi rupanya Laila melanjutkan kata – katanya lagi : " Kau belum terlambat apabila kau ucapkan itu sekarang. Apabila kita telah memasuki perkawinan kita sampai lima belas tahun , aku keburu berusia 40 tahun , dan tidak ada harapan lagi punya anak . Sekarang aku masih punya harapan untuk hamil ".
Daud merasa sedih pada diri sendiri . Rupanya kata – katanya tadi sangat menyinggung perasaan Laila. Ia tak bisa mencabut kata – kata itu lagi Cuma dengan maaf. Karna itu ia mengambil kebijaksanaan . Ia berkata : " Lupakan, setidak - tidaknya untuk malam ini . Tidur lah dengan perasaan bersih , sebersih dimalam pertama pernikahan kita ".
Laila akhirnya menyadari bahwa ia terlalu emosi menerima kata – kata Daud yang terlanjur itu. Tetapi ketika ia memejamkan mata hampir satu jam lamanya, yang terasa bukanlah perasaan bersih dan tenteram , melainkan air mata yang melelehi pipinya. Ia menghela nafas dalam – dalam . Dan ia membangunkan Daud yang sudah tidur nyenyak. Suaminya kaget dibangunkan.
" Hei , kau belum tidur " , kata Daud.
" Ya…..'
Daud melihat air mata Laila meleleh. Dan dipeluknya Daud erat – erat.
" Kenapa kau menangis ? kau tidak mau memaafkan keterlanjuranku ? " Tanya Daud .
" Aku telah memaafkannya tapi aku takut kau meninggalkanku karena aku tidak bisa melanjutkan turunan " , kata Laila.
" Kau terlalu main perasaan ", kata Daud, Laila. Percayalah, aku tidak pernah berfikir seperti yang kau duga. Kita berdua sudah cukup bahagia. Sekali lagi maafkanlah aku ".
Didekapnya Laila lagi. Diciuminya kening dan pipi Laila dengan mesra. Tetapi betapapun jua, pada malam itu adalah awal dari kegoncangan perkawinan mereka yang senantiasa rukun selama tiga tahun ini.
Daud yang pintar menjaga perasaan isterinya, tidak pernah bersikap seolah – olah ia pernah mengucapkan kata – kata yang menyinggung isterinya itu. Ia berbuat biasa saja. Bahkan sepulang dari kantor ia perlukan mampir di took kue . Dan dengan bersemangat ia menyampaikan kue yang khusus di belinya untuk isterinya itu : " Aku mimpi bagus semalam. Kuminta kau yang mencoba kue ini dulu . Aku yang berikutnya ".
Dua hari setelah itu Daud mempir disebuah took pakaian . Ia tak ingin membelikan pakaian untuk Laila. Ia tiba – tiba melihat sandal yang bagus. Ia membelinya. Laila kaget dibawakan oleh – oleh sandal itu. Ia segera mencobanya. Dan berjalan mondar – mandir dengan sikap seperti peragawati , tetapi itu dengan maksud menyenangkan hati Daud. Daud tergelak – gelak oleh lelucon Laila itu.
" Aku tambah cantik ? "
" Kau membuatku bernafsu " , kata Daud.
Pada mulanya Daud bercanda . Tapi ucapan itu terseret ke tempat tidur. Dan keduanya bergelut – gelut diatas tempat tidur seperti pengantin baru. Bila kemudian Daud pergi kekamar mandi, Laila masih saja menggeletak letih dipermukaan kasur yang sudah kusut itu, yang sepreinya sudah berjatuhan sebagian kelantai.
Laila heran tak mungkin Daud yang mandul. Ia selalu memperlihatkan gairah, dan mampu melaksanakan tugasnya selaku suami yang normal. Pada mulanya hal ini tersimpan dikepala Laila saja. Tak pernah ia dengan sengaja ngobrol dengan teman dekatnya mengenai urusan sex suaminya dan dirinya. Tapi muncul saja teman lamanya yang mau menawarkan rumah yang akan dijual.
" Mungkin suamimu perlu diperiksakan ke dokter apakah ia normal , Laila ? " Tanya teman lamanya itu.
Episode 10
Laila membantah. Temannya mengutik – ngutik sampai mendetail, dan sambil ketawa –ketawa malu Laila terpaksa menceritakannya. Lalu kemudian ia menyimpilkan sendiri ," Mungkin sayalah yang mandul ".
" Baiknya kau periksa ke dokter ", kata temannya.
Mulanya Laila takut untuk menyampaikan anjuran ini kepada suaminya. Tetapi kesempatan itu ditemukannya. Ini ketika mereka bercanda sehabis nonton film. Laila berkata : " Mengapa aku harus takut kepada penyakit ? seperti pasien dalam film tadi, betapa lucunya ketika ia diperiksa dokter" , dan Laila sengaja tertawa terkikik – kikik , lantas berkata : " Aku pun tida perlu malu untuk memeriksakan diri ke dokter apakahaku ini mandul atau bagaimana ".
Daud yang mulanya tertawa jadi terdiam. Ditatapnya Laila. Laila menatapnya dengan sedikit sisa senyum.
Daud tahu kini , kata – kata tak sengajanya malam dulu itu rupanya membebani hati Laila. Ia melangkah mendekati Laila. Didekapnya erat – erat isterinya itu. Ia berkata seakan –akan berbisik : " Rupanya soal kau harus hamil itu menjadikan kau dicengkram cemas. Sungguh aku benar – benar tidak memikirkannya lagi. Aku cukup berbahagia dengan keadaan kita sekarang ".
Laila hanya berdiam diri. Menjelang tidur dikatakannya lagi pada Daud : " Besok sore sepulangnya kau dari kantor, mas, antarkan aku ke dokter kandungan ".
" Laila !" seru Daud kaget lagi.
" Ya, kini aku yang ingin menjadi ibu ", kata Laila.
Dan begitu Daud kembali dari kantor, Laila mengingatkannya lagi untuk mengantarkan dia ke dokter kandungan. Pemeriksaan itu begitu teliti , sehingga Daud Waitulo kini yang gelisah. Ia tak percaya ketika dokter kandungan berkata : " Istreri anda tidak mandul sama sekali. Mendengar cerita isteri anda, bahwa ibunya pun terlambat punya anak, dan anak nya amat jarang, dan pemeriksaan saya sementara membuktikan, bahwa kalian berdua bisa bersabar ".
" Tetapi saya sama sekali tidakmemaksa dirinya agar mengandung ", kata Daud yang kuatir ia dilibatkan Laila sebagai suami yang menuntutkehamilan Laila. Pada mulanya Daud enggan untuk diperiksa, karna sekali lagi ia berkata, ia tidak terlalu memaksa agar Laila mengandung, Ia cukup bahagia dengan perkawinan yang telah berlangsung bahagia. Tapi Daud menyerah atas permintaan isterinya. Ia pun ikut diperiksa.
Dan ternyata Daud pun tidak punya kelainan untuk disebut mandul. Namun Laila cukup puas . Daud mendengar sendiri dari dokter bahwa Laila tidaklah mandul. Beban pikiran yang senja itu telah dilempar jauh, membuat Laila berbahagia sekali di malam itu dalam pelukan suaminya.
Tetapi menjelang tahun ke empat perkawinan nya, bayi yang kini diharap – harap Laila tidak juga memperlihatkan tanda – tanda dikandungnya . Hari minggu menghadapi ulang tahun perkawinan tinggal dua minggu saja lagi.
Daud benar tidak pernah menggubris soal Laila mengandung lagi. Ia malahan memperingatkan : " Ingat. Tinggal dua minggu lagi ulang tahun perkawinan kita yang ke empat ".
" Kau akan menemani aku memasak ", kata Laila.
" Bagus kau masih ingat ".
" Dan kau akan memilih warna tablak meja ", kata Laila.
" Kini aku tambahkan ", kata Daud Waitulo pula, " Pada waktu makanan diangkat dari dapur, sebaiknya aku bertindak jadi pelayan ".
" Perlu pakai pici seperti pelaya hotel ", kata Laila tertawa,
" Ya, kalau perlu memakai serbet disandang ", kata Daud, " Bukankah itu cap pelayan hotel ".
" Kau tahu ", kata Laila dengan sikap bersungguh – sungguh .
" Kini aku ingin berterus terang menghadapi ulang tahun keempat perkawinan kita ".
Laila duduk santai dikursi, tapi wajahnya sungguh – sungguh. Daudpun jadi sungguh – sungguh . Ia menatap Laila, menanti apa yang mau dikatakan Laila.
" Aku sebetulnya takut mengatakannya, biarpun dokter bilang aku tidak mandul, kukira seorang suami terlalu lama sampai empat tahun menantikan bayi . Bagaimana kalau kau kawin saja lagi, mas Daud ! "
Laila mula – mula tadi bersungguh – sungguh , tetapi kalimat terakhir diucapkannya sambil tersenyum. Namun Daud tidak tersenyum, Ia diam . ia diam . Ia diam.
" Marah ? " Tanya Laila mendekati suaminya.
" Tampaknya aku terlalu berdosa mengucapkan kata – kata itu setahun yang lalu, tepat pada hari bahagia kita ", " Tetapi leluconmu itu bukanlah lelucon yang lucu. Hanya untuk bisa punya anak aku mesti kawin lagi ? Hah,hah,hah…."
Daud tertawa sinis. Laila membujuknya dengan dekapan. Laila membujuk – bujuk hingga malam, dan segala tingkahnya dibikin manja dan menyenangkan, sehingga berhari – hari dan bermalam – malam setelah itu Laila menebus lelucon tak lucu itu dengan sentuhan – sentuhan mesra. Tiga hari menjelang hari minggu yang indah itu dating, muncul Lestina adik Daud. Kedatangan Lestina tidak diduga sama sekali, tetapi ia membawa surat dari ayah dan ibu Daud.
" Kedatangan Lestina ke sini untuk menyambung ke sekolah sekertaris yang Cuma ada di Jakarta. Kami, Papa dan Mama , mendo'akan kau dan isterimu Laila senantiasa berbahagia. Peluk cium kami kepada Laila. Katakan pada isterimu itu bahwa foto yang kalian kirim sangat manis, Mama mengagumi kecantikan Laila ".
Laila amat senang dengan keramahan Lestina adik iparnya. Menjelang memasuki sekolah, Lestina menjadi teman ngobrol Laila. Pada hari minggu itu Lestina amat kaget karena tidak diberi tahu, bahwa hari itu adalah hari bahagia tahun ke empat perkawinan abangnya dengan Laila. Lestina menggerutu : " Kenapa Les dibangunkan setelah masakan selesai. Mustinya Les ikut Bantu – Bantu ".
" Kau kami anggap tamu ", kata Daud bercanda, " Tamu tinggal makan. Kau lihat nanti abangmu berakting jadi pelayan restoran ".
Daud siang itu benar – benar membuat isterinya senang. Ia betul – betul mencari pici. Dan memakai pici . Lantas mengebatkan sarong dipinggang, dan dengan gaya pelawak, diambilnya serbet dan ditarohnya dibahu. Laila tertawa terkikik – kikik , tapi lebih dari itu Lestina adik Daud tertawa terkakah kakah .
" Biasanya kami rayakan pada malam hari ", kata Daud pada adiknya, " Tetapi karna jatuh hari minggu, kami rayakan kali ini siang hari ".
" Ini lilin sungguh – sunggun mau dipasang ? " Tanya Lestina.
" Ya ", sahut Laila.
Makanan sudah ditata baik. Semua sudah duduk. Ketika Laila mau mengambil korek api untuk menyalakan lilin, tiba – tiba Lestina berkata : " Biar kali ini Les yang menyalakannya, tahun depan kak Laila bisa dapat anak ".
Episode 11
Daud tersentak . Ia melihat ke Lestina, lalu kepada Laila. Laila menundukkan kepala. Lestina tidak tahu kata – katanya menimbulkan ketegangan suami isteri itu. Ia tampa sengaja menambahkan : " Habis, Mama dan Papa menunggu cucu keliwat lama bener , sih ".
Laila mencoba tertawa , tapi Daud tidak. Ia menunduk malu , karna kali ini justru adiknya lah yang menyinggung perasaan isterinya.
Lestina menyalakan lilin. Lestina malah Tanya : " Apa Tina yang perlu membaca Do'a ? ".
Daud memotong, " Kita berdo'a dihati masing – masing ".
Laila rupanya tak ingin suasana rusak, ia pun mengusul : " Mas Daud saja yang baca do'a ".
" Jangan lupa do'a minta anak ". Kata Lestina.
Laila masih berusaha menyembunyikan rasa sedihnya ketika itu. Daud geram dihati. Kegeraman itu rupanya berlarut – larut sampai malam. Lestina yang berada dikamar depan, agak kaget juga mendengar ketukan pintu ditengah malam. Daud yang mengetuk pintu itu. Dia mengira Laila sudah tertidur. Ia berusaha mendengarkan percakapan itu.
Terdengar Daud berkata agak keras : " Duduk disitu ! ".
" Ada apa bang Daud ? " , suara Lestina hampir menangis.
" Kau dating kesini bukan buat obral omong kosong. Sekali lagi kau sebut – sebut perkara anak lebih baik abang carikan tempat indekos buatmu ".
Laila melompat dari tempat tidur mendengar kata –kata kasar yang selama empat tahun ini tidak merupakan watak daud. Ia berseru di depan pintu kamarnya : " Mas Daud ! " Daud kaget mendengar isterinya berseru begitu. Ia merubahnya menjadi lembut : " Sekarang Lestina boleh tidur ".
Lestina terisak – isak, Laila meraihnya dan membantunya berdiri. Gadis itu dibimbing oleh Laila kekamar, dan Laila berkata pada iparnya itu : " Janganlah terlalu dimasukkan kehati kata – kata mas Daud . Mungkin pikirannya sedang diganggu urusan kantor ".
Lestina Cuma tambah tersedu terbujuk begitu.
Ketika Laila kembali ke kamar , ia mengulangi lagi uacapannya : " Kenapa tiba – tiba mas Daud jadi kasar ? yang jadinya tidak enak kan saya, mas ".
Daud menundukkan kepala. Iapun kelihatan menyesali diri. Laila sambil merebahkan diri diatas tempat tidur berkata : " Jangan karna saya lagi, saya lagi, saya lagi, hubungan kau dan adik kandungmu putus. Kata – katamu tadi melukai si Lestina ".
" Aku tahu ", kata Daud menelan nafasnya.
Besok paginya, Lestina tampak mempersiapkan koffer. Ketika Laila mengajak sarapan pagi , Lestina menyahut dari dalam kamarnya : " Saya tidak sarapan pagi , ak Laila ".
" Nanti masuk angin ", kata Laila.
Daud menundukkan kepala . Ia sendiri pun tidak bernafsu untuk makan. Tiba – tiba muncul Lestina membawa koffer dan berkata pada abangnya : " Bang, saya akan indekost dirumah temen saya ".
Laila menoleh pada Daud , Daud menatap Laila.
Ia tiba – tiba dicengkram persaan menyesal yang luar biasa sehingga tidak bisa mengucapkan kata – kata . Ia hanya mendengarkan Lestina yang berkata – kata terisak –isak : " Lestina dating kesini bukan mau menggangu kebahagiaan rumah tangga abang. Sungguh kemarin itu maksud nya Cuma menjadikan suasana segar. Tapi abang sudah membuat ultimatum mengusir Les, ya, apa boleh buat, Les pergi pagi ini juga indekost di rumah teman ".
Daud tak menjawab sedikitpun . Ia bukan marah.
Tapi ia menekan perasaannya. Ketika melihat Lestina pergi, Laila mengguncang bahu Daud : " Mas, kenapa dibiarkan adikmu pergi ? " .
Laila mengejar keluar, tapi terlambat. Lestina sudah berada dibecak. Laila kembali keruang makan. Diadapatkannya Daud berlinang air mata. Laila sesak nafas, dan mengeluh lagi : " Kau terlalu menjaga persaan hati saya. Padahal saya tidak apap – apa ".
" Itu baik ", kata Daud.
" Kenapa kau sampai hati marah begitu ? "
" Baiklah itu kesalahan saya. Tetapi karna kau ikut campur membela dia, membikin dia besar kepala sampai berani angkat kaki dari rumah ini ".
" Maafkan kalau saya yang bersalah ", kata Laila.
Pagi yang muram itu telah menyeret hari – hari berikutnya bertambah muram. Masing – masing merasa dirinya bersalah. Akibatnya suami isteri itu seolah – olah bermusuhan. Tetapi sebenarnya tidak. Masing –masing mereka menghemat ucapan – ucapan, karna bisa saja setiap ucapan menimbulkan perasaan tersinggung yang baru. Tetapi ada suatu Laila berhasil memperlihatkan kemesraan seorang isteri yang sungguh - sungguh Sehingga Daud bisa dirubahnya tidak diliputi kemurungan.
Saat itulah Laila berkata : " Adik baiknya kita membujuk adik mu Lestina untuk kembali tinggal disini ".
Terharu hati Daud, memang semenjak sebelum kawin Daud mengimpikan isteri yang mampu rukun bukan saja terhadap dirinya selaku suami, melainkan juga kepada papa dan mama , adik – adik nya . Hal ini Cuma terdapat pada diri Laila.
Dan lemah lembut Laila membujuk Lestina di pekarangan sekolah adalah sumber yang dapat melunakkan hati Lestina. Dan biarpun baru dua hari kemuadian setelah ia di bujuk, akhirnya Lestina kembali tinggal di rumah itu.
Tetapi, Diam – diam kembalinya Lestina di rumah ini membikin neraka baru bagi suami isteri itu.
Episode 12
AWAL NERAKA yang menakutkan Laila adalah sebuah surat . Surat itu dating beberapa hari setelah Lestina kembali tinggal dirumah itu. Yang mererima surat itu dari pengantar surat adalah Laila sendiri. Ketika dilihatnya pengirim surat adalah mertuanya, hati Laila senang. Betapa tidak , suarat – surat papa dan mama mas daud senantiasa menyenangkan untuk dibaca. Kali iini ia ingin membaca surat itu buru – buru. Lestina adik Daud sudah mulai kuliah, dan karena itu pula Laila membaca surat itu sendirian .
Tetapi begitu Laila mulai membacanya, permualaan surat itu sudah terasa aneh. Biasanya awal surat itu senantiasa manis bunyinya : " Ananda Daud dan Laila menantu kami ", Kemanisan itu tidak ada lagi kini.
Yang tertulis hanyalah : " Ananda Daud !"
Surat itu langsung mengecam Daud maupun Laila.
Tampaknya surat itu dibuat dengan marah dan mungkin dibuat karena pengaduan Lestina kepada ayah dan ibunya. Tetapi yang menyakitkan Laila ketika ia sampai harus membaca kalimat ini : " Mungkin selama empat tahun ananda kawin dengan Laila, ananda tidak pernah dikarunia anak, maka ananda tidak pernah merasakan apa arti anak bagi kami. Kami amat tersinggung, tapi kami masih tetap menganggap kau anak kami yang baik. Cuma karena saja isterimu tidak bisa menjaga perasaan Lestina adikmu ini, maka Lestina pindah. Sekarang kau tinggal memilih , mencintai adik kandungmu, ataukah mencintai isteri mu yang tidak mampu memberimu anak untuk kau ajak bercanda sehabis kerja berat dikantor. Faktor anak ini sudah dua tahun ini papadan mama fikirkan , hidup tanpa anak adalah hidup yang kering ".
Menetes – netes air mata Laila membaca surat ini. Ia rasanya tak kuat lagi membacanya sampai selesai. Laila masih menduga surat itu tidak dibuat ayah Daud bersama – sama ibunya. Melainkan sendirian setelah menerima laporan – laporan yang salah dari Lestina.
Surat – surat yang dulu masih bernafas feminine, karna Laila yakin ibu daud ikut menyusun kalimat – kalimatnya. Surat yang kali ini selain melukai persaan Laila , juga kalaimat kalimatnya kasar, seolah – olah tidak menggunakan persaan lagi .
Ketika Lestina pulang, Laila masih tetap menjaga situasi yang tetap seharusnya jadi memburuk seketika itu juga. Laila masih menegur Lestina : " Bagaimana kuliahmu , Lestina ? "
" Enak , kak , dosen – dosennya ramah sekali ", kata Lestina.
" Kau ambillah makan sendiri ", kata Laila.
" Tadi sebetulnya sudah kekenyangan makan bakso. Ditraktir teman ", kata Lestina . " Kebetulan orangnya ganteng ,kak ".
" Oh," kata Laila , ketawa dibuat – buat, " kau sudah punya teman pria ? "
" Baru kenalan begitu saja, kata Lestina, " Mungkin masih cinta – cinta monyet ", dan Lestina tertawa . Dan Lailapun ikut tertawa biar tertawa itu pun tak diinginkannya. Sementara Lestina sibuk dengan urusannya sendiri , Dikamar ia membaca surat itu lagi. Dan Laila menangis lagi. Ia benar – benar merasa sedih mengapa harus dilahirkan sebagai wanita yang terlambat membibitkan anak untuk Daud.
" Kak Laila lagi tidur " terdengar suara Lestina .
Mendengar itu Laila buru – buru memaskkan surat kedalam sampul, dan menaruh dibawah bantal. Wanita itu buru – buru menghapus air matanya. Ia keluar dari kamar dengan sikap seolah – olah bangun tidur , dan menemui Lestina.
" Ada apa Lestina ? "
" Masa tidur siang – siang, kak Laila. Sini dong kita ngobrol – ngobrol sambil nunggu bang Daud pulang kerja ", kata Lestina menghela tangan Laila. Laila menurut dengan sekali – kali melemparkan senyum pada Lestina. Tampaknya Lestina sedang dimabuki suatu persaan yang tidak selesai. Gerak - gerik nya serba lucu, da Laila memperhatikan nya dengan sikap seolah – olah penuh perhatian yang sungguh – sungguh.
" Coba ceritakan bagaimana kak Laila sampai jumpa pertama kali dan kemudian pacaran dengan bang Daud ", kata Lestina.
Sikapnya amat manja, dan Laila masih punya kesanggupan untuk melayani sikap bermanja – manja Lestina ini.
" Saya menganggap itu Cuma pertemuan biasa " , kata Laila.
" Siapa yag mulai duluan ", Tanya Lestina
" Tak bisa dianalisa lagi siapa yang mula – mula jatuh cinta . Tapi kami sampai kini saling mencintai " kata Laila.
Lama – kelamaan pertanyaan Lestina makin memuakkan , namun laila bersikap seolah – olah pertanyaan itu adalah hal – hal yang menarik. Dan andai kata tidak ada alas an lain , mungkin sampai Daud Waitulo pulang, masih saja Lestina bertanya soal yang itu keitu juga.
" Kak Laila mau menyiapkan minuman buat mas Daud ", kata Laila menemukan alas an untuk menghindar dari Tanya – Tanya konyol Lestina.
Episode 13
Ia telah menarokkan kopi, yang sepuluh menit kagi akan dingin. Daud senang kopi yang dingin dimana bubuk – bubuk kopi itu telah merembes kedasar gelas, beberapa kue ditarokan dan kemudian ia pergi kekamar.
Dikamar , ia buru – buru menyelamatkan surat dari mertuanya. Ketika dilihatnya waktu tinggal lima menit lagi, buru – buru ia memutuskan apakah surat itu akan disampaikan kepada Daud atau akan disimpannya secara rahasia. Laila benar – benar tak ingin terjadi keretakan dalam rumah tangganya, hanya karena surat itu.
Biarpun ia yakin Daud akan tetap mencintainya biarpun ada terror dari luar, tetapi ia beranggapan lebih baik surat itu dimusnahkan atau disimpan. Laila menyimpan surat itu sebagai tindakan yang dianggapnya yang terbaik. Disimpan nya surat itu dalam kotak yang berukir yang berisi gelang dan perhiasan emasnya. Surat itu dihimpitnya dengan perhiasan emas itu, dan ditaroknya kembali kotak berukir itu pada tempat semula. Tepat ketika ia keluar kamar, Daud sudah berada di ambang pintu.
Laila menyambut sang suami dengan sikap yang mesra. Diseretnya tangan suaminya kemeja makan, dan diambilnya tas Daud dari tangannya , dan ditaroknya kekamar. Pada saat itu endah bagaimana perasaan Daud amat senang dari biasa. Diminumnya seteguk kopi, dan sengaja dengan sikap merasa nikmat ia memejamkan mata seraya memuji : " Tak ada kopi lebih enak seperti sore ini ".
" Apa sore ini akan mandi air panas seperti kemarin ? ", Tanya Laila.
" Tidak usahlah, kau terlalu lelah ", kata Daud, " Kadang –kadang aku berfikir kau terlalu mengabdi ".
" Maukah sore ini mas Daud menemi saya ke dokter ? " Tanya Laila.
" Oh, ya .. sore ini hari kamis, kau harus periksa . Apa kata dokter hari selasa lalu ? ".
" Aku harus mengurangi gemuk, diduga lemak telah menyempitkan rahim", kata Laila.
Dan, ketika diperiksakan lagi kedokter, maka harapan – harapan baru buat Laila memperlihatkan sinar cerah diwajahnya. Ia keluardari kamar periksa sambil tersenyum pada Daud. " Nanti kukatakan dirunmah ".
Dirumah , Daud bertanya : " Tadi kau mengatakan sesuatu, apa sih ? "
Laila memeluk suaminya sampai dua kali dengan erat : " Hasi tes dokter memberikan harapan ".
Daud menatap wajah isterinya dalam – dalam . Ia " Kau sungguh – sungguh kepingin jadi seorang ibu ? ".
" Ya….", Cuma itu. Tetapi dalam sepotong kata yang tertelan kedalam kerongkongannya itu , tertelan beberapa persaan takut pada masa depan ini. Laila tiba – tiba ingin mengucapkannya dengan jujur . Ingin rasanya ia ambil surat dari ayah dan ibu Daud dari kotak perhiasan dilemari itu . Kini hasratnya untuk hamil sudah berbeda dari dulu. Hasrat ini sekarang dilumpuri oleh ketakutan - ketakutan dari dulu. Hasrat ini sekarang dilumpuri oleh ketakutan – ketakutan terpengaruh dng isi surat orang tuanya. Dan, karena terlalu lama laila berdiam diri, Daudpun bertanya : " Ada sesuatu yang sedang kau fikirkan ? boleh aku tahu ? "
Laila pucat, ia memang telah berbuat dusta menyembunyikan surat itu. Namun seketika itu beberapa detik ia memohon kepada Tuhan agar dosanya berdusta itu diampuni. Orang boleh berdusta untuk mengamankan hal – hal yang baik. Dan Laila selamat karena beberapa detik ia tak mampu menjawab, Daud telah dialihkan nya dengan suatu pelukan mesra. Aneh, kemesraan – kemesraan yang belakangan ini memperlihatkan gairah Laila yang luar biasa melayani Daud sebagai suami. Ia benar – benar ingin mengandung. Ia benar –benar ingin menciptakan sesuatu yang puas bagi dirinya dan buat suaminya. Daud sendiri terkadang tercengang dengan menggeletak lelah. Dalam bermandi keringat itu Laila masih saja menciumunya dengan sepenuh gairah. Akhirnya Daud sadar, bahwa Laila benar – benar menginginkan anak . Salah satu saran dikter yaitu menciptakan rangsangan – rangsangan birahi kepada suami dan mampu menciptakan kepuasan bersama pada waktu bersetubuh.
Tanpa disengaja, sikap – sikap Laila yang berubah menjadi manis manja ini menyeretnya tidak berdendam kepada Lestina. Malahan ia bertambah akrap dengan iparnya itu. Pada waktu – waktu tertentu ia pun bertindak sebagai dokter cinta bagi Lestina yang sedang dimabuk asmara.
Kadangkala ia memberikan Lestina kebebasanmasuk kamar , mengambil pakaian Laila untuk dipakai oleh lestina.
Tanpa setahunya, suatu ketika Lestina membuka kotak berukir itu. Isinya mengejutkannya. Mulanya Lestina ingin berseru lantang memanggil Laila untuk meminjam perhiasan emas itu. Tetapi Lestina membatalkannya. Karena ia melihat sebuah amplop surat. Kenapa amplop ini disimpan disini . Tentu ada suatu yang penting dalam surat ini . Dan Lestina seperti pencuri buru – buru membaca surat ayah dan ibu nya untuk bang Daud itu . Kemudian dengan buru – buru dimasukkannya surat itu.
Gadis itu berpikir tentu Laila dengan sengaja menyembunyikan surat dari ayahnya itu . Tentu kak Laila takut apabila bang Daud disuruh kawin lagi. Lestina yakin , pasti bang Daud akan patuh kepada papa dan mama apalagi sudah digertak secara terang – terangan dalam surat itu. Dan tiba – tiba saja Lestina memberi penilaian , bahwa kak Laila sebagai istri tidaklah jujur.
Lestina kini berubah . Ia mulai sedikit menjauh dari Laila. Ia menganggap kebaikan – kebaikan kak Laila kepadanya selama ini hanyalah kebaikan – kebaikan palsu
Episode 14
SUATU saat , Lestina menyaksikan sendiri kejadian dimeja makan . Daud bertanya kepada Laila, : " Apa ada serat papa dan mama dating ? "
Laila gugup, lebih gugup lagi dia ketika Lestina menatapnya tajam – tajam . Dan sebagai pencuri yang berusaha lari , Laila berkata : " Kalau ada surat tentu ku berikan kepadamu ".
" Aku Cuma bertanya ", kata Daud. " Sebab papa membuat telegram panjang kekantorku , menanyakan surat nya , katanya itu surat penting ".
Lestina memperhatikan Laila. Laila bertambah gugup ditatap oleh iparnya itu. Dia dalam rikuh masih sempat memohon kepada Tuhan agar diberi satu jawaban yang akan menyelamatkan dustanya . Bibirnya gemetar bertanya : " Surat penting ? , nantilah saya Tanya kepada pengatar surat ".
" Kalau memang tidak ada ya tidak apa ", kata Daud.
Tanpa setahu laila, Lestina menyodok kaki Daud dibawah meja makan itu, Daud tahu ia diberi isyarat oleh adiknya. Tapi ia tidak ingin merusak suasana . Ia tetap bersikap baik pada Laila , dan sedikitpun tidak punya prasangka.
Tetapi ketika Laila pergi kekamar, Lestina segera memberikan isyarat tangan memanggil Daud . Sang kakak mendekati adiknya.
" Ada apa ? "
" Tapi bang Daud janji jangan dikatakan Lestina yang mengadukan hal ini ".
" Tidak ", Jawab Daud, " Katakanlah ".
" Surat papadan mama ada pada kak Laila ", kata Lestina dengan mata jelalatan takut – takut kalau – kalau ia kepergok ketika melaporkan hal ini.
" Dari mana kau tahu ? " Tanya Daud tak percaya.
" Les membacanya ", kata Lestina.
" Surat itu dimana ", Tanya Daud.
" Dilemari pakaian ".
" Tetapi bagaimana kau bisa menemukannya , sedang Laila selalu hati – hati mengunci lemari selama ini ", kata Daud.
Percakapan terhenti . Karena terdengar pintu kamar Laila berciut. Dan Lestina berlagak memperbaiki piyama yang dipakai abangnya. Katanya bercanda : " Kalau nanti Les punya pacar, harus pakai piyama begini ".
Laila yang mendengar Les tiba – tiba bercanda begitu , dengan kalimat – kalimat yang gemetaran , tiba – tiba menduga ada sesuatu yang sedang dibicarakan oleh Lestina dengan abang nya itu . Laila segera surut masuk kamar. Ia tiba – tiba diselimuti prasangka dan kesedihan, tanpa tahu sebab musababnya. Ia memang sama sekali tak ada fakta bukti sedang dibicarakan secara rahasia sebelum ia memergoki. Tapi Laila yakin, dengan perasaan wanita yang halus ia meraba – raba bahwa pastilah Lestina sedang membicarakan dirinya dengan mas Daud.
Tapi Laila berusaha tidak ingin menangis sekalipun ia sangat ingin untuk menangis. Ia malahan merubah sedihnya dengan sikap gairah ketika suaminya masuk kamar. Ketika ia memeluk Daud dengan tangan menyelusup lincah kedalam piyama suaminya, Daud mengelakkan tangan yang menyelusup itu .
" Mana surat itu ……..", kata Daud dengan suara tertahan menahan kesabaran.
" Surat ? " Laila masih berusaha mengelak .
Daud membentak : " Mana surat itu ! " .
Laila pucat pasi seketika , Tetapi ia masih berusaha bertahan dengan berdusta : " Surat siapa ? , tidak ada surat ".
" Jangan bohong, kamu pasti menyembunyikannya disuatu tempat !" teriak Daud.
Laila gemetaran mendengar bentakan itu . Sementara itu Lestina mendengarkannya dari ruang tengah. Dan dengan perasaan yang mendidih, Daud menatap isterinya, sementara isterinya tetap membantah jua :
" Tidak ada Mas Daud ".
" Kau bohong " kata Daud dengan seram dan dengan suara perlahan tapi penuh ancaman, Daud berkata : " Buka lemari itu ".
" Tidak ada mas Daud…..", suara Laila menggigil.
" Buka lemari itu kata ku ! " , bentak Daud yang membuat Lestina, adiknya sendiri juga kaget.
Perasaan Laila sudah sampai pada keruntuhannya. Ia merasa gemetar menyerah pada keadaan . Ia sempat menyebut nama Tuhan beberapa kali dalam hati , seraya memohon kepadaNya semoga mas Daud tidak akan menceraikannya begitu saja. Ini ada sebabnya . Laila dulu menerima lamaran Daud sebagai isterinya adalah tanpa persetujuan orang tua. Bahkan, ketika ia satu tahun tidak bisa mengandung seorang bayi , ia dibisiki seorang teman telah terkena kutuk orang tua dan harus menyembah sujud kepada mereka untuk meminta maaf. Tetapi teman itu tidak tahu bahwa Laila meninggalkan rumah orang tuanya dengan jalan diusir. Dan ia tidak diperkenankan lagi menginjak pekarangan rumah orang tuanya, apalagi rumahnya.
Dengan semangat luluh, Laila membuka lemari. Tangannya menggigil mengambil kotak berukir , dan dipungutnya amplop berisi surat papa dan mama Daud.
Top of Form 1 Bottom of Form 1      

Episode 15
Ketika Laila menyodorkannya pada Daud , Laila tiba – tiba teringat pada Lestina. Ya, Lestinalah yang telah memberitahukan hal itu kepada abangnya tentu. Namun Laila kini menantikan kata – kata akhir dari Daud saja lagi. Ia tidak tahu lagi apa yang akan diperbuatnya apabila Daud melakukan usiran kasar seperti orang tua nya sendiri telah melakukan nya lebih empat tahun yang silam.
Daud membaca surat itu. Laila terkejut mendengar suara Daud yang berteriak lantang : " Lestina ! sini kamu "
Daud berdiri dan memegang surat itu denga gemetar . Dan ketika Lestina masuk kekamar, Daud menamparkan amplop surat itu kemuka adiknya. Laila menjerit karena terkejut , seraya memegangi Daud yang naik pitam mau memukul adik kandungnya sendiri.
" Sabar mas Daud " seru Laila
" Kau ……", Daud menuding Lestina, " Kau telah memfitnah kami berdua ! sampai hatikah kamu membuat surat kepada papa dan mama , memutar balikkan fakta, sehingga papa dan mama telah menghukum saya dan Laila !"
Daud tak peduli Lestina menangis terisak – isak . Daud akhirnya dibelai Laila pada punggungnya. Katanya dengan suara menurun tapi menahan amarah : " Kau masih kecil telah pula menghasut – hasut saya supaya mencurigai Laila ".
Lestina minta ampun :" Les, memang salah bang Daud "
" Tapi kau harus sadari , bahwa saya sudah dewasa . Jangan kamu mengira saya akan terpengaruh oleh kata – kata papa atau mama sekalipun . Kau membuat suasana menjadi misterius mengenai surat ini . Memang surat ini aku tahu disembunyikan oleh laila. Tapi aku yakin , dia menyembunyikan surat papa ini karena dia menganggap surat ini tidak cukup berharga sebagai nasehat orang tua pada anak. Kamu tahu tidak selamanya nasehat orang tau itu bisa ditelan mentah – mentah oleh seorang anak ".
Laila terharu mendengar kata – kata mantap suaminya itu. Dia kini menemukan seorang yang bernama " manusia " , karna seseorang baru komplit untuk dinamakan jika mampu menolak apa yang harus ditolak , dan menerima apa yang seharusnya bisa diterima.
Ketika Lestina pergi tersedu – sedu meninggalkan kamar itu , Laila langsung bersujud didepan lutut Daud , dan diciuminya kaki suaminya seraya menangis tersedu sedan.
" Belum pernah aku sehormat ini pada mu, mas, kecuali malam ini ", kata Laila dengan terisak – isak . Daud meremang bulu romanya mendengar isterinya mengisak – isak begitu. Ia mendekapi Laila dengan mencium ubun – ubun kepalanya.
" Istirahatlah " kata Laila kepada Daud .
Daud berdiri, tapi terasa lututnya goyah . Ia tiba – tiba menyesal telah marah begitu hebatnya kepada Lestina. Tetapi Lestina harus belajar apa arti hidup yang benar . Ia harus menelan hal – hal yang pahit. Tinggal manja bersama orang tua selama ini membuat Lestina bukan saja tanpak kemanja – manjaan , tetapi juga berjiwa penjilat . Daud tak menyukai watak penjilat ini. Daud tak pernah dengan gampang naik pangkat dalam kariernya bekerja, hanya karna ia tak mampu menjilat atasannya.
Kedua suami isteri itu berbaring diatas tempat tidur berdiam diri. Mata mereka sama – sama menatap langit – langit kamar mereka.
" Tidurla, mas Daud ", kata Laila pada sang suami.
" Kukira sampai saat ini aku tak sekalipun membencimu, Laila ", kata Daud.
" Aku mengetahui dan merasakannya ", jawab Laila.
" Aku teramat sangat mencintaimu ", kata Daud.
"Ya……."
" Biarlah aku dianggap anak durhaka karna tidak mau melayani nasehat –nasehat orang tua . Biarlah aku menjadi anak yang dibenci, asalkan aku tidak pernah membencimu "..
Daud turun dari tempat tidur, Laila cemas bertanya : " Mau kemana , mas Daud ? "
Daud tidak menjawab , ia memungut surat orang tuanya. Dengan sebatang korek api dibakarnya surat orang tua nya itu seraya berkata menatapi surat yang mulai menjadi debu itu : " Semoga papa akhirnya menyadari bila ia membuat surat ini bukan dari hati suci nuraninya, melainkan karna terlalu mencintai Lestina, terlalu percaya pada hasutan Lestina . Besok aku akan membalas surat ini beserta telegramnya ".
"Pakailah kalimat yang baik, biar bagaimanapun mas Daud anak kandungnya"
kata Laila memberi saran.
" Ya….." , sahut Daud. Ketika mau merebahkan diri ditempat tidur, ia melihat mata Laila gemerlapan dalam air mata yang berlinang. Justru wajah yang begini yang membuat Daud terpukau karna menikmati kecantikannya. Perasaan – perasaan bergetar memasuki urat jantannya. Dan kemudian didekapinya Laila semesra – mesranya . Tanpa diperkirakan oleh Laila, malam ini benar- benar malam yang lebih indah dari malam pengantin yang pernah diresapkannyasampai keubun – ubun dan tulang sumsum .
Dan bukan malam ini saja Laila meresapi saat – saat yang seindah malam itu . Malam berikutnya, dan berikutnya , dan berikutnya, dan berikutnya, dan berikutnya.
Oh, Laila merasa sakit – sakit dan pegal –pegal seluruh sendi –sendinya di pagi harinya. Suatu pagi ia merasa seleranya menyenak – nyenak . Ia tidak mau makan dan malas masak kedapur. Daud heran, dan tiba – tiba Laila berjalan terhuyung – huyung kekamar mandi . Laila muntah – muntah.
Daud yang heran bertanya :" Kau sakit , Laila ? " dan dipijit – pijitnya bahu Laila dengan rasa saying. Laila bersindaba dua kali, tetapi kemudian muntah – muntah lagi. Matanya berair , dengan suara kurang jelas ia berkata : " Mungkin aku hamil ".
Episode 16
LAILA hamil, pikir Daud Waitulo .
Tiba – tiba saja Daud tidak percaya dengan dugaan Laila sendiri, bahwa dirinya hamil. Terror perasaan yang selama ini menyerbu dan mengudak – udak jiwanya karena Laila tidak hamil –hamil , berkelahi lagi dengan sebiah kontra-terror : Apa masih mungkin Laila hamil olehku ?
Daud Waitulo ingat cerita Lestina tentang seorang tamu yang datang kerumah , tamu pria, ketika Daud tidak dirumah .Kata Lestina , yang menarik baginya adalah tamu itu ganteng. Namanyapun bagus : Salomon Tamomoan .
Ketika Daud mengeluh kepada temannya bahwa ia gagal punya anak, temannya bilang : " Itu belum tentu isterimu mandul. Mungkin kau yang mandul atau setengah impoten ?"
Apa itu setengah impotent ?
Temannya berkata , bahwa pria setengah impoten biasanya tidak mampu membikin puas isterinya . Dan bibit yang disebarnya kepada sang isteri adalah bibit yang lemah . Temannya bilang, ini akibat onani diwaktu remaja dulu .
Daud Waitulo ingat itu tiba –tiba . Kini perasaannya diliputi takut , jika ingat pada ucapan temannya : " isteri yang mempunyai suami setengah impotent lebih berbahaya dari pada suaminya impotent total. Sebab wanita – wanita beginilah yang mungkin menyeleweng dengan pria lain. Kalau dia membutuhkan dan ingin punya anak, biasanya anaknya didapatkan dari pria lain itu !"
Daud terhempas oleh perasaan takutnya. Perasaannya tak tenang kalau pergi kekantor. Dia takut kalau – kalau memanglah pria yang bernama Salomon Tamomoan itulah yang membikin Laila hamil.
Dan malamnya hampir saja Daud mau menanyakan terus terang kepada Laila soal kedatangan Salomom Tamomoan itu. Soalnya ia sendiri tidak kenal pada Salomon. Tetapi karna kontra – terror dalam bathin ini terus saja menggebu – gebu di dalam hatinya, Daud coba – coba memberanikan diri bertanya pada Laila . Ia menjaga agar perasaan Laila jangan salah tampa. Karna ia tahu benar, Laila sangat cinta padanya, dan iapun cinta pada sang isteri. Lagi pula perkawinan mereka telah disangga oleh pendeeritaan yang berat sekali.
" Laila", kata Daud malam itu, " Saya ingat, ada tamu dating lebih kurang dua bulan lalu. Khabarnya tamu itu mau ketemu saya " , buntut ucapan Daud berdusta.
" Siapa ya, " Tanya Laila mesra.
" Ah, saya lupa namanya ", kata Daud berlagak mikir . " Coba kamu ingat – ingat , pria itu dating kesini, orangnya tinggi, kuning langsat. Dia mencariku ".
' Oh", Laila memukul bahu suaminya tanda teringat, " Bukan mencarimu, tetapi mencari Laila ".
" Oh, mencarimu ".
" Dia teman Laila sekelas dulu . Orangnya memang ganteng ", kata Laila, " Jangkung , bertubuh atletis".
Daud terhempas oleh keterangan lengkap ini .
Kini ia menghadapi satu terror baru yang menghantui otaknya. Tetapi ia tidak mau mengotori perasaan cintanya pada Laila, seperti ia tidak mau mengotori perasaan cinta Laila kepadanya. Cinta dan sex tentulah berbeda . Tetapi ini menakutkan ! Bisakah cinta dibilang masih luhur artinya jika sudah dinodai keserongan dan penyelewengan.
Daud direnggut takut.
Daud amat takut !
Dia mencoba mengalihkan takutnya dengan tidak mau menggubris soal tamu yang membikin berkarat dan keparat di otaknya itu. Didekapinya Laila. Dia ingin membuktikan malam ini juga kepada Laila bahwa ia jantan tulen, tidak impotent maupun setengah impotent.
Diciuminya punggung istrinya. Lalu ruitsluiting blouse di punggung itu dibukanya dengan perlahan. Dan diciuminya lagi punggung Laila lebih kebawah.
Laila tentulah menggeliat geli.
' Geli………"
Daud menciumi lebih garang lagi, sampai – sampai ia ingin menyelusupi tubuh Laila dengan hembusan – hembusan nafas lewat lian hidungnya.
" Addduhhhh, geliiiii ", suara Laila antara keluar dan tiada. Kecupan – kecupan kecil, dengan sentuhan – sentuhan bibirnya, yang sedikit – sedikit menyentuh, kadang kala dengan gigit – gigit kecil seperti gigitan semut, membuat Laila terhempas – hempas menggeliat – geliat, menggelinjang – gelinjang terkayang – kayang.
" Mas sudahlah, sudahlah,ampun, geli…….."
Daud tambah berkobar, karna ia ingin membikin isterinya ini menjadi histeris oleh jamahan – jamahannya itu.
" Aku tak tahan ",bisik Laila.
Daud bagai tak peduli. Dia benar – benar ingin membuktikan pada Laila bahwa ia adalah jantan top dimalam ini ! suami top malam ini !
" Mas "
Daud sendiri sudah terseret – seret oleh seruan Laila. Akhirnya Lailamenyerukan panggilannya dengan suara suara yang makin lama semakin perlahan, tanpa jelas apa kata – kata yang diucapkannya itu.
Pada puncak nada rendah suara Laila, maka perempuan itu merenggut bahu Daud bagaikan budak yang mengemis memberikan singgasana kepada Raja diraja. Dalam sekejap Laila memang tampak dari ronta – rontaannya, gerak – geriknya, suaranya berubah bagai suara bebek serati, dan keringat membersit dari wajah dan seluh tubuhnya.
Episode 17
Daud bangga, ia menemukan formnya , seperti Rudy hartono menghadapi lawannya Bandid Jaiyen yang tersengal – sengal. Daud semakin merasa top ketika dia melihat begitu mengedudunya Laila. Mengedudu dengan berbisik. Membisikkannya sesuatu yang tak pernah dimintanya selama ini.
Tetapi dari sudut yang paling ilmiahpun permintaan melalui bisikan Laila itu bisa diterima. Ada kalanya orang bersuami isteri itu difihak istrinya malu menyampaikan keinginannya. Sehingga istri selalu jadi pasif bagai pohon pisang yang dingin terlentang begitu saja. Ini tidak baik. Karna tidak ada yang perlu dirahasiakan lagi. Kepuasan sexual adalah kebutuhan, bukannya gengsi.
Dan Laila – mungkin tak sadar – tidak ambil pusing untuk bergengsi – gengsi , karena ia benar – benar butuh kepuasan. Hal ini mungkin karna Daud Waitulo telah memberikan waktu cukup lama didalam yang orang Belanda bilang "voorspellen".
Sex memang tidak bisa dilakukan secara primitif . Sex adalah hubungan sadar dengan lelaki sebagai nahkodanya. Lelaki yang hanyut sendirian akan kedodoran, dan dia akan dimaki – maki perempuan yang butuh kepuasan sebagai "lelaki tokcer ".
Daud telah berbuat sebaik – baiknya dengan keinginan menaklukkan Laila. Dan memang, kepuasan sex bagi wanita adalah apabila lelaki punya sikap sadar bahwa ia harus menjadi pemenang.
Dan Daud berhasil 100 prosen dimalam ini.
Dia benar - benar memenangkannya, sampai – sampai Laila bagaikan singa betina yang mengaum sebelum tewas pada akhir yang dicapainya. Dia memeluk Daud erat –erat, melepaskan lenguh nafas bagai seekor kerbau habis membajak, dandi pukulnya Daud dengan pukulan – pukulan kecil dua kali sambil memaki manja :
" Ah, kau sihhhhh ".
Pukulan kecil dua kali adalah pertanda setiap wanita yang sampai mencapai kepuasan. Atau cubitan dua kali. Atau gigitan dua kali . Kalau sekali saja itu hanya kepuasan normal, bukan kepuasan maximal. Lelaki sehat macam Daud telah memberikan yang maximal. Beginilah seharusnya semua pria, semua suami !
Daud sendiri terkapar sebagai Hercules yang selesai merontokkan tiang raksasa. Sebelah tangannya jatuh ditepi tempat tidur . Keringat meluncur dari bahu melalui lengannya dan jari-jarinya, menetes – netes dilantai. Sebelumnya Daud ingin berkata, jika dia berhasil : 'Aku kan lebih hebat dari Salomon ? '. Tetapi tidak jadi. Dia sudah ibarat matador yang pingsan sehabis menaklukan banteng diarena pertarungan.
Dia lupa, dia letih, dia tidur.
Dia tidak tahu, Laila dengan sikap saying membelai – belai dada sang suami yang tidur terkapar itu. Laila menghapus keringat disekujur tubuh Daud, dan menutupi tubuh daud dengan kain sarong.
Masih ada sisa nafas kerbau yang dilemparkan laila sebelum ia akhirnya ketiduran. Bila Laila terbangun, tampak olehnya Daud masih terkapar. Laila belum pernah membangunkan Daud dengan begitu mesra, semesra pagi ini. Ditepuk – tepuknya ujung hidung Daud dengan telunjuknya.
Daud membuka mata. Laila menepuk – nepuk lagi.
Bila Daud membuka mata, rasanya Laila begitu gemas. Tiba – tiba Laila memegang, dan meremas – remas dengan amat gemes dan berkeluh : " Hhhhhhhhhhhhh"
"Ada apa Laila "
" Hhhhhhhhh"
" Aduh sakit ! " Daud setengah teriak.
" Hihhhhhh !"
" Aduh "
" Gemes aku", gerutu Laila.
' Aduh sakit, ngapain kau ? kubikin tersengal – sengal seperti tadi malam, mau kau ? "
Laila diam, matanya melirik, Daud Tanya lagi : " Mau ? "
Laila diam. Hampir tak ada bersuara. Matanya melirik. Bahasa mata dan lirik mata wanita memang jauh lebih antik dari pada jika ia mengucapkannya dengan bahasa prosa.
Daud menatap Laila.
Laila melirik Daud, dan dicubitnya Daud, kemudian, kemudian sekali, mereka berdua bergumul dipagi itu.
Ketika setengah jam duduk di kantor, matanya sudah mengantuk, Daud jadi malas hari itu. Dan Lailapun di rumah , belum mandi malahan
Laila malas – malasan menyahuti ketukan pintu Lestina.
" Nggak dikunci ", katanya.
Pintu kamar itu didorong oleh Lestina. Gadis itu masuk , dan membisiki telinga Laila yang masih tengkurap malas.
" Ada tamu ", bisik Lestina.
" Siapa "
" Katanya teman lama kakak ", kata Lestina.
" Siapa ya ? "
" Saya lupa nanyain ", kata Lestina dan keluar dari kamar itu.
Dan Laila , dengan malas dan rambut masih acak – acakkan keluar dari kamarnya. Rupanya tamunya sudah duduk. Begitu melihat tamunya, Laila menutup muka dengan malu dan berkata : " Duduk dulu ya ? Aduh, lagi males baru bangun tidur ".
" Kalau sudah bonafit sih bangun kesiangan juga nggak apa ", kata sang tamu.
" Sebentar , saya mandi dulu "
Lestina menyediakan minuman bagi tamunya Laila, lalu ia kekamar dan membaca komik, komik Yan Mintarga. Memang komik Yan Mintarga lagi digandrungi cowok dan cewek remaja, tidak terkecuali Lestina. Merega meniru gaya rambut, atau model baju, atau model short atau model nyentrik dari komik – komik Yan ini.
Yang sebenernya Laila ingin mandi yang segar dan lama.
Soalnya, mandi begini adalah mandi segar, mandi junub yang senantiasa nikmat rasanya bila habis bersetubuh.
Bila Laila melihat bentuk tubuhnya , memegang perutnya, tetapi pagi ini ia tak merasa mau muntah. Yang ada terasa hanyalah pegal – pegal, pusing – pusing, dan dikaca toilet dilihatnya wajahnya begitu pucat.
Sinar lampu kamar mandi pun dirasanya silau. Ya, memang inilah "ruginya " wanita – wanita atau suami – suami yang telah mencapai kepuasan : Tak ada sinar yang kelewat terang yang mampu ditatap. Urat – urat syaraf mata rasanya ikut letih juga.
Dengan rambut basah terjurai, Laila berlari – lari malu menuju kamar. Dan bila ia selesai bersisir, rambut basah itu tetap terjurai sebagai layaknya perempuan selesai berkeramas rambut. Dan dengan malu – malu Laila menemui tamunya : Dia seakan –akan menutupi mengapa ia berkeramas. :
" Ini kepala gatal – gatal , saya keramasan ", kata Laila , " Tumben kok kamu datang kesini , Joana ".
" Kamu kelihatannya segar Laila " , kata Joana.
" Ah, jangan nyindir ", kata Laila malu – malu, " Saya keramas bukan apa-apa , Cuma kulit kepala gatal – gatal ".
" Saya kesini kebetulan saja ", kata Joana.
" Ada teman ketemu kamu di dokter kandungan. Ngapa'in kamu kesana sih ? ".
Laila agak heran juga tetapi ia tetap menjelaskan :
" Saya kedokter memeriksakan diri , kamu tau'kan, sudah sebegini lama kawin , saya belum hamil – hamil juga ".
" Itu bukan dokter yang berurusan dengan pria –pria yang impotent ? " Tanya Joana .
" Nggak ", bantah Laila, " Kenapa sih ? "
" Tidak ", kata Joana menghindari diri, " Kalau gitu saya salah mendapatkan keterangan tentang dokter itu ".
Episode 18
" Dokter itu khusus mengenai kandungan, tetapi diapun pernah study tentang penyakit kelamin. Jadi klop juga ".
Joana menjadi ketarik kini, dia bernafsu bertanya : " Suamimu juga diperiksakan ? "
" Ya –", kata Laila agak bertambah heran, " Kamu ada persoalan apa sih ? "
Joana menundukkan kepala. Tampak sekali dengan jelas, bahwa ia sedang menutupi sesuatu dalam dirinya.
" Ada apa sih , Joan ? " , Tanya Laila.
" Mungkin kami dulu pacaran terlalu lama ", mulailah Joana mengeluh , " Kau barangkali ingat, semasa kami di SMP pun kami sudah pacaran. Aku sampai sekarang belum dapat anak. Mungkin ketika memasuki perkawinan cinta saya dan mas Salomon sudah jadi dingin ".
Tiba – tiba jelaslah bagi Laila sekarang setelah Joana menyebutkan nama Salomon.
" Memang Salomon pernah kesini ", kata Laila.
" Jadi dia tanyakan apa pada suamimu soal itu ? " Tanya Joana.
" Soal itu soal apa ? ", Tanya Laila.
" Soal penderitaannya ", kata Joana, " kau tahu dia menderita sekali. Mungkin karna aku sering ngomel kalau habis gituan. Kami berdua semakin hari semakin dingin. Sudah dua bulan ini sama sekali tidak disentuh, mungkin juga dia minder, tapi mungkin juga karna aku merasa ogah – ogahan. Habis gitu sih , baru lima menit, sudah selesai ".
" Lima menit gimana ?", Tanya Laila.
" Itu, Hmmmmmm ", Joana menundukkan kepala.
Dipukulnya dengkul Laila agar ia kelihatan menanyakannya tidak begitu bersungguh. Dan bertanyalah dia sambil tertawa – tawa : " Suami mu berapa menit ? ".
Laila yang jadi malu karena Joana menanyakan hal itu. Dia pancing bertanya : " Koq tanyakan soal – soal intern , kenapa sih ? "
" Berapa menit kalau main ? " Tanya Joana.
Laila mencubit paha teman akrabnya itu. Dan Joana mendesak terus. Laila akhirnya menyerah juga: " ya, lebih 30 menit, kadang – kadang hampir 1 jam ".
Joana menganga mendengarnya. Terbayang olehnya, jika suaminya – Salomon Tamomoan mapu sampai sebegitu lama, mungkin dinginnya suasana sexual dirumahnya tidaklah sebegitu membuat ke dua suami isteri menderita. Joana da Salomon sama – sama cinta, tetapi cinta yang bertahun – tahun dipupuk waktu pacaran, sampai kawin juga bertahun – tahun, akhirnya membuat keduanya sama dingin. Joana sering menyalahkan dirinya, sukangomel kalau Salomon begitu cepat mengakhiri permainan cinta diatas ranjang mereka ! Bukan saja ngomel, kadang kala benci sekali dia pada Salomon.
Pernah Joana melampiaskan kekesalannya berlebih- lebihan : " Buat apa ganteng seperti bintang film, kalau kamu impotent, Sal ! Itu'kan seperti iklan disurat kabar tentang pria gagah yang tidak punya urat – urat yang segar ". Salomon menjadi rendah diri karna mendengar omelan isterinya dan dia akhirnya menganggap lebih baik cinta tanpa perkawinan, karna sejak perkawinan, dan legalitas sexual terjadi, maka mulailah ia dirongrong rasa benci kepada Joana, rasa benci pada diri sendiri.
" Kayak mimpi kudengar suamimu sampai 1 jam ", kata Joana ketawa sendiri, yang diperhatikan Laila terheran – heran.
" Kukira itu wajar saja ", kata Laila.
" Suamimu hot ", kata Joana, " Kau harusnya berbahagia. Daud Waitulo nggak begitu gagah disbanding suamiku, tetapi di atas ranjang buat kita wanita'kan nggak perlu gagah – gagahan ? ".
Laila tersenyum . Seakan – akan ingin menasehati Joana agar tidak terlalu dinerakai oleh pikiran mengenai hal itu ke itu juga : kepuasan sex, lamanya waktu bersetubuh, yang dua-duanya ini hanya membebani rongrong penyasalan.
Tapi Laila tak jadi menasehati. Kini dia mendengar suara Joana ketawa menyeringai, ketawa cemooh : " Kau mungkin belum pernah mengalami, betapa gondok bila sang istri menemukan sang suami impotent. Suamiku ibarat seorang yang kayaknya kuat, padahal baru senggol sedikit didepan pintu sudah jatuh lagi ".
" Begitu ? ", Laila bertanya.
" Demi apa saja aku mau sumpah . Kita barusan sedang merasa terangsang ", keluh Joana. " Eeeeeeeee, dia sudah abis : bisa gila nggak gua ? kamu tau hampir aja aku main gila ama anak tetangga sebelah. Dia sering numpang mandi di kamar mandiku. Anak itu memang nakal, tetapi karena aku belum berani, aku Cuma mengherankan, anak umur enam belas tahun punya keistiewaan size yang luar biasa. Kadang – kadang pintu kamar mandi berlagak dibukanya sedikit ketika numpang mandi. Hhhhhhhhh, kalau nggak mikirin moral, saya sudah ngebet mau nerkam dia ".
Episode 19
Joana sudah mulai ngawur bercerita . Akhirnya dia kembali kesoal semula : " Apa jadi si Sal menemui suamimu untuk minta advis ? ".
" Lho, dia Cuma kesini . Waktu Laila Tanya dia malah kayak bingung ", Kata Laila menceritakan misteriusnya kedatangan Salomon dua bulan berselang.
" Saya kira dia merahasiakan sesuatu , misalnya mau minta bantuan apa kek ".
" Oh, soal uang kami cukup ", kata Joana, " Tatapi kepuasan perkawinan, terutama kepuasan sang isteri tidak di duit. Sex menentukan juga. Kalau begitu saya akan paksa Salomon ke Dokter kelamin itu. Siapa tau , dulu, waktu masih pacaran sama aku di SMP dia sudah umbar nafsunya sama pelacur – pelacur sehingga waktu jadi suamiku , aku nggak kebagian seujung – ujungpun ".
Joana mengeluh. Tampak wajahnya yang murung.
Kemudian Joana berkata : " Dimana kantor suamimu Lail ? Aku mau seret Salomon untuk minta advis kekantor suamimu kalau perlu ".
Laila memberikan kartu nama suaminya, Daud Waitulo. Joana tampak gembira dan menunjukkan kartu nama itu kepada Laila : " Kamu bahagia punya suami dengan kapasitas 1 jam , Laila. Udah ya. Gua jadi ngelantur ngomong ini itu sampai soal rahasia pribadi jadi diomongin ".
Joana pergi, Laila terheran – heran.
Ketika Daud Waitulo pulang kantor, kebetulan Laila masih tidur. Heran sekali Daud punya perasaan curiga saja jika dia pulang, semenjak adiknya Lestina memberi tahu tentang Salomon Tamomoan itu.
Bahwa Salomom Tamomoan gagah, Laila sendiri sudah pernah ngomong kemarin malam. Dia takut, Salomon akan sering dating jika Daud kekantor.
Maka ditanyanya Lestina dengan berbisik : " Tadi ada tamu dating ? "
" Ada "kata Lestina.
" Siapa "
" Ya masih ada urusannya dengan tamu yang dulu juga ", kata Lestina.
" Yang kau bilang Salomon Tamomoan itu ?"
" Ya "
Tanpa diduga, Laila rupanya mendengar percakapan Daud dan adiknya itu. Laila berseru dari kamar : " Tadi isterinya Salomon yang dulu dating ".
" Isterinya ?" Tanya Daud heran " Dulu suaminya sekarang isterinya , ada apa sih "
Laila memang Daud dari kamar pintu secara rahasia. Daud pun menyerahka tas dan masuk kamar dengan penury minat. Laila berbisik : " Nanti kedengaran sama Lestina , dia masih bocah ".
Laila meraih Daud, menciumnya dengan saying :
" Kau patut jadi suami kebanggaan. Berbahagialah orang yang jadi isterimu, dan kau pun memberi kepuasan pada isteri ".
" Ini cerita mana ujung pangkalnya ? " Tanya Daud.
" Kasian si Joan. Dia menderita bathin karena Salomon rupanya gagah kulitnya, tetapi dibalik pakaiannya ternyata ia impotent ".
" Ha ? "
" Dulu Joana menyuruh suaminya kesini itu, maksudnya mau disuruh ketemu kau, dan disuruhnya Salomon minta advis kamu ", kata Laila lincah.
" Oh "
" Dia rupanya malu bilang sama aku ", kata Laila, " Makanya , datangnya maupun perginya jadi tanda Tanya. Ya sih, siapa yang mau cerita tentang aib sendiri "
Laila bercerita begitu sambil membuka dasi Daud, membuka kaos kaki Daud.
Daud duduk melongo saja ditepi tempat tidur. Ketika celana pantolan Daud digantungkan dihanger, dan juga kemeja, Daud melongo saja dalam berpakaian singlet dan celana dalam itu . Laila menyergapnya dengan pelukan dasyat : " Kau memang suami kebanggaan ".
Memang ada perubahan sikap Laila kepada Daud sejak datangnya Joan itu. Ia kagum pada Daud . Ia tak mau kehilangan pria seperti Daud. Padahal, sikap – sikap buas seperti ini hanyalah perkembangan sewajarnya saja dari wanita hamil muda.
Karena wanita hamil muda senantiasa lebih gampang terangsang.
Itu yang membuat Daud sore – sore menjelang magrib tampak terhuyung – huyung keluar dari kamar, didorong – dorong oleh Laila dengan penuh bercanda kekanak-kanakan, dengan jaz-juz-jaz-juz bagai main kereta api menuju kamar mandi, membuat Lestina iri hati saja !
Episode 20
SEORANG isteri itu memang harus seperti Laila, Laila memang isteri idaman, bukan buat Daud saja, tetapi mungkin bagi setiap lelaki yang bernama " suami ".
Laila telah memberikan kembali bekal semangat kepada Daud, yang hampir saja terombang ambing oleh terro – terror perasaannya sendiri. Dia menemukan Laila dalam keadaan yang utuh sepert keadaan pertama kali ia temukan.
Dia tidak usah lagi main bohong – bohongan kalau bicara. Seperti jam sepuluh dimalam ini. Dia menatap Laila dan berkata :
" Aku mau melihat kau telanjang penuh malam ini ".
" Eh, nakal ", kata Laila.
Tetapi setelah di kitik – kitik oleh Daud, akhirnya permintaan Daud itu dipenuhi sang isteri. Isteri yang sepenuh nya cinta memang harus memberikan seluruh dirinya dalam keadaan bulat, tanpa secadar apapun.
Banyak wanita memang cinta tapi mereka malu – malu kucing. Laila tidak. Laila tidak merasa lelah sekalipun ia lelah gara – gara ia sendiri terangsang sore tadi ketika Daud pulang dari kantor.
Lelah Laila terlupa ketika ia melonjak menggeliat, menggeliat dan melonjak – lonjak, untuk kemudian terhempas satu jam kemudian.
Dan kemudian terjadilah ketenangan.
Ketika angin dari ventilasi mengeringkan keringat suami isteri itu, Laila ingin bicara lagi kepada suaminya bahwa mungkin sekali ia sekarang ini telah hamil muda. Sebab ada sebuah buku sex yang dibacanya mengatakan , bahwa lonjakan – lonjakan nafsu wanita hamil muda memiliki kadar rangsang 200 prosen dari saat – saat normal. Tetapi Laila malu. Dari mulutnya meluncur suara palsu :
" Kasihan si Joana ", kata Laila, " Dia teman akrab yang suka omong terus terang sejak SMP. Kalau liat keningnya yang nonong itu nafsunya emang gede ".
" Memang kalau wanita keningnya nonong nafsu nya gede ? ", Tanya Daud.
" Kalau cerita nenek moyang memang begitu " , kata Laila.
" Kalau lelaki…….tanda nafsunya gede yang bagaiman ? ", Tanya Daud.
" Nggak tau ", kata Laila ketawa, " Aku bukan expert mengenai nafsu ".
" Ya tarokhlah kau nggak expert ", kata Daud mulai bercanda, " Tapi ada teman – temanku bilang ada satu goyang yang namanya goyang karawang, aku sendiri nggak tau artinya. Goyangmu itu goyang karawang ? "
Laila mencubit paha Daud , satu kali.
Daud mencubit paha Laila, dua kali
Daud dicubit Laila tiga kali
Laila dicubit Daud , empat kali
Tampak sekali , malam itu sangat santai dan bahagia kalau dilihat dari kelakuan suami isteri itu . Banyak suami isteri di dunia ini melalaikan gairah kecil – kecil begini, yang akhirnya melarikan diri mencari gairah menonton film biru atau pink. Seharusnya orang – oaring yang dihinggapi penyakit mencari rangsangan diluar kenormalan gampang saja memberitahu mereka, bahwa yang merangsang itu bukannya berhubungan sexual saja. Cubit – cubit kecil, ganggu - ganggu cuping hidung isteri , adu – adu hidung, gigit – gigit kecil , kadang – kadang adlah lebih baik dari pada nonton film biru atau membaca buku biru.
Film biru dan buku biru hanyalah menyeret penonton dan pembacanya ke lembah onani yang lebih berbahaya dari pelacuran nyata.
Lihatlah Laila dan Daud . Betapa mesranya mereka.
Rangsangan – rangsangan kecil ibarat starter bagi mobil yang akan berjalan . Belajarlah dari ilmu permobilan. Mobil tidak akan jalan tanpa starter. Kalau sudah hidup mesinnya karena starter tadi sudah ada aturannya tidak boleh jalan dengan langsung ngebut, melainkan porseneling deme porseneling . Dan bila itu dipaksakan gawatnya adalah pada gigi . Pesawat udara pun demikian. Kalau akan landing atau mendarat , dia lambat – lambat dulu, berputar – putar dulu mencari lapangan terbang, dan lewat pada jalur mendarat. Bahkan setelah sampai didarat pun , seperti halnya mobil yang mau berhenti, mesin tidak boleh langsung dimatikan begitu saja .
Direm boleh, tetapi kopling harus diinjak juga, agar mesin tetap hidup.
Daud maupun Laila barang kali bisa bercerita panjang mengenai ini, tetapi malam itu keduanya sama bersyukur bahwa perkawinan mereka tidak di obrak – abrik oleh kejahatan sex diluar yang wajar.
Joana ternyata tidak. Malam ini ia tidur disamping Salomon suaminya. Tapi fikirannya tidak disamping suaminya. Fikirannya tiba – tiba nekat membayangkan Albert yang numpang mandi kalau pagi. Joana iri hati mendengar cerita Laila tadi siang tentang kemampuan suami Laila yang bisa mencapai satu jam itu.
Joana berkata pada Salomon : " Besok kita pergi ke Daud , suami Laila itu ".
" Dari tadi kau ceerita soal itu. Kalau ada julukang binatang ekonomi , kamu ini lebih baik dinamakan binatang sex ", kata Salomon jengkel.
Episode 21
Untuk pertama kali Salomon berontak dengan ucapan pedas. Karena pedasnya, Joana jadi naik pitam dan dpukulnya punggung suaminya. Salomon melompat dari ranjang . Dia langsung memakai pakaian , komplit dengan jacket dan sepatu lars Bally.
" Gagah kamu sal, seperti bintang film ", kata Joana sinis , " Sepatu Bally Manhattan, jacket Raphael Jeans, baju Pierre Cardin…….".
" Tutup mulutmu binatang sex !"
" Kukira aku normal bila butuh kepuasan ", kata Joana , " Bahkan binatang – binatang pun membutuhkannya kecuali binatang – binatang kebiri ".
" Kau carilah lawan jenismu yang sebinatang kau ", kutuk Salomon dan menghempas pintu kamar tidur yang dahulu amat dipuja mereka sebagai lambang dari awal bahagianya sebuah perkawinan.
Karna ketika membanting pintu beranda pun Salomon bersikap kasar, bunyi hempasan keras itupun membuat Albert jadi menoleh dan menarok gitar yang dipetiknya .
" Mau kemana , Om ? ", sapa Albert ramah.
Salomon tak mendengar atau malas menjawab. Ia langsung kegarasi , da ditendangnya pintu garasi sebelum ia keluar dari pekarangan itu dengan suara mobil sportnya yang menggemuruh.
Na, itu bukti , iastarter terlalu cepat sebelum mesin panas , mungkin begitu pula ia diranjang.
Sementara itu Joana turun dari tempat tidur karena mau mengunci pintu beranda yang tadi dihempaskan Salomon tanpa dikunci . Joana dengar itu. Ia mau kunci pintu itu sekarang juga. Tapi begitu pintu dikunci ceklek, tampak bayangan dibalik pintu kaca itu, dan terdengar ketukan pintu.
" Siapa ", Tanya Joana.
" Albert , tante ", sahut Albert. Dan Albert berkata : " Gerah nih, tante mau numpang mandi ".
Joana tiba – tiba diliputi nekat lebih cepat dari pada rencanannya semula. Buru – buru dibukanya pintu. Matanya menyorot berbinar menatap Albert. Albert pun tersenyum dengan sorot mata lebih berkata dari seribu kata.
" Katanya mau mandi ", kata Joana gemetar , lebih gemetar dari kapanpun., lebih gemetar ketika dulu di SMP mau dicium pertama kali oleh Salomon.
" Ya " , kata Albert, " Masa Bert nggak boleh numpang mandi ? "
" Boleh sih boleh,tetapi kok nggak bawa handuk " " Handuknya kalau boleh pinjam handuk tante saja " , kata Albert menceplos .
Albert langsung duduk tanpa dipersilahkan . Joana juga duduk, berhadapan dengan Albert. Albert menatap mata Joana , tidak ada kata, tapi dua insane ini telah bergelut dengan ribuan kata dan ratusan perbuatan lewat mata mereka yang saling beradu pandang.
" Kok, numpang mandi duduk gituan saja ? " Tanya Joana.
Albert melihat Joana menaikkan sedikit kaki kiri. Ketika Albert melihat itu , Joana langsung menutupi ujung jurknya .
" Mau apa sih kesini ? " Tanya Joana, " Matanya serem bener ".
" Mau apa ya ? "
" Ya mau apa ? " Tanya Joana tertawa.
" Tauk ", sahut Albert.
" Kalau mau mandi , silahkan kekamar mandi ", kata Joana.
" Lantas mau apa ? "
" Mau tidur ", kata Albert langsung.
Joana berdebar kecut sekalipun berkobar – kobar mendengarnya. Albert lagi – lagi melangsungkan serangan lewat kata – kata nya. Katanya : " Lho, tadi mau mandi dipersilahkan kekamar mandi. Sekarang Bert mau tidur koq nggak dipersilahkan kekamar tidur "
" Anak sekarang beraninya bukan main ", kata Joana.
Anak jaman dulu juga berani, tetapi sembunyi – sembunyi , nakalnya ya sama" , kata Albert tertawa.
Joana senang dengan tawa Albert itu . Albert tiba – tiba keluar dari kursinya , dan langsung melangkah kebelakang kursi dimana Joana duduk. Badan Joana dingin seluruhnya. Diapun menjadi lebih dingin ketika dirasakannya hidung Albert menyentuh lehernya. Tak ada suara Joana lagi, hanya nafasnya yang sesak.
Lalu ia melihat pintu, pintu beranda, pintu itu belum terkunci . Tapi ketika ia mau berdiri mengunci pintu beranda, Albert langsung meraihnya dan memeluknya.
Albert tergopoh – gopoh ketika ia mencium dan meremas Joana . Ini memang kesalahan anak muda yang belum begitu banyak pengalaman . Namun demikian , Joana betu – betul menjadi gairah oleh perbuatan Albert itu. Ia sempat mengatakan " Nanti dulu ", Ketika Albert menariknya masuk kekamar. Joana mengunci pintu beranda lebih dahulu. Sedangkan Albert sudah menunggu , berbaring dikamar.
Joana langsung ditariknya, hingga jatuh ketempat tidur begitu Joana selesai mengunci pintu kamar.
Kini ia benar – benar dikulum oleh kecupan – kecupan anak muda itu dengan penuh berapi – api . Dan Joana tidak bisa menahan diri lagi. Kalau dulu ia bisa melihat dari jarak jauh lewat pintu kamar mandi terbuka, kini Joana sudah dekat dan memegangnya
Episode 22
Joana berfikir kini ia telah mendapat jalan keluar. Kagum sekali ia akan kebesaran Albert.
Tapi Joana menemukan sesuatu yang tidak disangka – sangkanya. Dia tiba – tiba heran melihat wajah Albert. Wajah Albert yang dikaguminya tiba – tiba tersenyum malu diri , karena ia mendengar ucapan Joana : " Tante kira kamu hebat. Ya lebih baik tante dengan suami tante saja ".
" Saya belom pengalaman " , kata Albert dengan suara kalah.
Dan karena kekalahannya , Albert pun berlalu begitu saja. Setelah Albert pergi, Joana menyeka jurknya . Sambil memaki : Albert lebih premature dari Salomon.
Dan kecewalah wanita itu.
Ia bukan kecewa sembarang kecewa , dikira Albert sama hebatnya seperti Daud Waitulo suami Laila .
Laila memang isteri yang bahagia dalam soal ini, fikir Joana.
Joana jadi merayapi fikirannya sendiri . Ya, Laila wanita yang bahagia. Tetapi Joana ingat, isteri yang bahagia oleh kemampuan suaminya belumlah tentu suaminya itu setia diluar rumah. Mungkin ia mencicipi kebahagian lain diluar rumah dengan wanita lain. Dan memberi jatah – jatah kepuasan karena kejagoannya itu kepada wanita – wanita lain di luar rumah.
Laila dan Daud . Suami isteri bahagia. Laila bercerita Daud mampu selama itu , apakah benar ?
Tiba – tiba Joana bagai meloncat dari tempat tidur , dan melempar sandal yang ketinggalan oleh Albert. Baru kemudian maksud semula mencari kartu nama Daud Waitulo dipenuhinya, karena selalu berada dalam tasnya.
O, ada nomor telponnya dengan lengkap.
Besok paginya , Joana sudah berdandan rapi, dan akhirnya ia memutuskan akan memakai short dengan kemeja pria yang berkancing yang sedang menjadi mode pila bagi tante – tan te tanggung yang tidak begitu tua kayak Joana ini. Ketika itu ia ber nobra , artinya ia tidak memakai bh. Ketika satu kancing kemeja dicopotnya, dan ia menunduk sedikit, Joana melihat lewat kaca , bahwa buah dadanya memang tampak jika ia menunduk sedikit saja.
Pagi itu juga ia menilpon kekantor Daud Waitulo .
" Maaf anda siapa ?, Sebab bapak belum masuk, cobalah tilpon lagi jam 10 , sebab belakangan ia kalau ngantor jam 10 ", kata suara penerima tilpon, yang barang kali sekretaresse Daud.
" Begini , Dik beri tahu saja , saya Joana teman Nyonya Daud, akan dating jam 10 pagi ini bersama suami saya yang bernama Salomon ", kata Joana.
" Sebentar ya zus . Biar saya catat ", kata suara penerima telpon itu. Dan dia mohon diulangi , dan Joana mengulangi pesannya itu.
Joana menghela nefas dalam – dalam . Fikirnya , memang untuk mendapat kan sesuatu yang luar biasa, memerlukan cobaan. Luar biasa ? Ya, ia mempunyai rencana luar biasa. Dia begitu histeris menghadapi Albert semalam, ingin mendapatkan yang satu jam , belum satu menit, belum tiga detik, belum memasuki pintu gerbang pun Albert telah gagal , ibarat peluru kendali angkasa luar yang meledak sebelum diluncurkan !
Ya, tak peduli Laila temannya , maka Joana berusaha mendapatkan suami Laila.
Dia telah berdusta akan mendatangi Daud Waitulo bersama suaminya. Maka ketika sekretaresse mempersilahkan Joana masuk ke kamar kerja Daud, Daud pun bertanya : " Lho, koq sendiri ? "
" Ya , sendiri ", kata Joana, sambil matanya melirik apakah kancing kemejanya sudah benar – benar terlepas apa belum . Ternyata sudah . Joana tak tunggu waktu, ketika Daud mempersilahkan duduk, Joana menundukkan kepalanya, dan agak lama membungkuk melihat vaas : " Vaasnya bagus ".
Dia melihat Daud, Daud memang ada melihat kancing baju yang lepas itu , dan warna putih buah dada merah jambu. Tapi Daud tampaknya tak jelas bagi Joana, apakah kerlingan sorot matanya tadi itu mengandung sikap terangsang ataukah belum.
" Saya sudah dengar dari Laila, anda berdua suami anda akan kesini", kata Daud.
" Ya ", kata Joana sambil memegang lagi vaas bunga itu.
Memang Daud melihat lagi untuk yang kedua kali .
" Kira – kira ada soal bisnis yang akan disampaikan ? " Tanya Daud.
" Tidak , soal yang sebenarnya merupakan penderitaan wanita. Tetapi saya senang menyampaikannya disini, saya takut nangis, nanti dikira yang bukan – bukan ".
" Sampaikan saja ", kata Daud. " Ah, kalau bisa ditempat lain ", kata Joana.
" Tidak apa disini ", kata Daud.
Daud sebagai pria sehat untuk ketiga kalinya memang melihat lagi kesela kancing baju yang terlepas itu. Joana kini ingin menjebak tanpa proses berbelit, ia bertanya ; " Pak Daud, eh , mas Daud kalau urusan bisnis ada keluar kota ? "
" Ada, kadang – kadang, dan itu sering…..ke bandung. Kenapa Zuz ? ", Tanya Daud
" Kapan ? ", Tanya Joana melihat inilah saat terbaik ikut dengan Daud ke Bandung dengan alas an mengurus textil dalam negri.
" Dua hari lagi saya ke bendung ", kata Daud.
" Bisa saya ikut dengan mobilnya ? lagi pula diBandung saya ingin pertolongan dari mas Daud soal bisniz ", kata Joana yang kemudian cerita panjang lebar.
Pada saat itu : Daud terkecoh. Dan ia berkata : " Kalau memang penting, boleh ikut mobil saya. Nanti di Bandung saya ikut Bantu urusan zuz Joana ".
Joana puas . Tetapi saking puasnya dia mencoba membuat Daud tergiur, seolah – olah dia sebenarnya masih perawan semenjak dengan Salomon, karena Salomon impoten.
Cerita itu merangsang, maksudnya berusaha merangsang Daud . Tetapi Daud sebaliknya ngeri . Bahkan membatalkan rencananya ikut menemani Joana, kecuali kalau Joana mau dibantu pegawainya. Joana tidak tahu , ia gagal menjebak Daud gara – gara buntut ceritanya tadi, karena ia mengira, bahwa semua lelaki itu bisa terangsang dengan peragaan nobra atau kancing dilepas satu, atau cerita – cerita pancingan bahwa ia wanita haus.
Tidak semua lelaki bisa dipikat gaya begitu. Termasuk Daud !
Daud tak cerita cerita cabul Joana di rumah,.
Dia Cuma cerita Joana dating.
Malam itu Daud malah menyalurkan kejantanannya pada isterinya.
Pagi – pagi Laila muntah – muntah . Laila berkata padanya: " Jelas aku telah hamil !"
Episode 23
MENDENGAR Laila telah hamil, Daud Waitulo sangat terkejut. Ia bukan saja terkejut, tetapi kegembiraannya tiada tertahan sehingga ia memeluk isterinya itu berkali – kali .
" Kau sungguh – sungguh telah hamil, Laila ? "
" Ya, mas Daud ", kata Laila.
Daud menyodorkan air segelas untuk kumur – kumur Laila. Kemudian menghapus keringat Laila yang membasahi kening dan leher. Dan kemudian dibimbingnya isterinya dari kamar mandi menuju kamar tidur.
Dibukanya lemari buru – buru dan di berikannya pakaian tidur untuk Laila. Laila merasa betapa besar cinta mas Daud kepada nya. Dia mendekapi suaminya. Dan sekali lagi didekapinya suaminya setelah salin pakaian . Lalu di pegang nya pergelangan tangan kiri suaminya , dimana melilit jam tangan yang menunjukkan hampir jam tujuh pagi.
" Jangan sampai kau terlambat masuk kantor ", kata Laila.
" Tapi sebelum pergi, aku ingin Tanya pada mu , pesan kue apa ? "
" Aku belum ngidam ! " , kata Laila seraya tertawa.
" Tapi ini kue maksudku sekedar merayakan hari gembira ini ", kata Daud.
" Aku minta dibelikan kue bugis ", kata Laila.
" Semoga kue ini yang kau sukai sewaktu ngidam ", kata Daud seraya ketawa, " Kau tahu, ada anak buahku dikantor , istrinya ngidam minta dendeng kuping gajah ! Dimana bisa cari gajah di Jakarta ini kecuali dikebun binatang Ragunan ? ".
Mereka sama ketawa berderai . Tapi dengan telunjuknya menekan ke jam tangan Daud, Daud sadar apa maksudnya, : " Baiklah , aku pergi. Kue bugis tak akan kulupa ", dan Daud mencium pipi isterinya.
Lila berkata : " Aku tak kuat melangkah , jadi mas tidak sampai kuantar ke pekarangan ".
" Okey, kata Daud dan sekali lagi mencubit pipi isterinya dengan gemas. Kegemasan itu dilapisi oleh kebahagiaan yang tiada berperi. Betapa tidak ! Empat tahun telah menjadi suami isteri, namun tidak dikaruniai bayi !.
Dikantor Daud menceritakan kepada sekertarisnta :
" Aku harus pesta kecil siang ini untuk pegawai – pegawai "
" Ada apa Pak ? "
" Isteriku hamil ", kata Daud.
Sekertarisnya memberikan salam selamat . Tapi ia berkata : " Bagusnya bapak bersedekah pada orang miskin dari pada dipestakan untuk kami pegawai – pegawai. Tapi ini Cuma usul lho , Pak !"………………………..
Daud Waitulo meyadari
, bahwa selama ini ia dijakarta, ia tidak pernah memberikan sekeping uang logampun kepada fakir miskin. Kini sekertris nya mengingatkannya untuk berbuat begitu.
" Kenapa kau punya usul begitu ? " Tanya Daud.
" Mungkin Bapak belum tahu, kami dari keluarga miskin. Kalau ada pesta anak – anak orang kaya yang berulang tahun, kami hanya ngiler ingin bernyanyi bersama mereka, ingin makan kue – kue enak bersama mereka. Tetapi seya ketika itu berfikir : kenapa mereka menghambur – hamburkan uang dan makanan hanya untuk teman – teman mereka yang sama – sama kaya , yang saban hari sudah cukup puas dengan makanan begitu ? kenapa kue – kue itu tidak diberikannya kpd kami ? ".
Untuk pertamakalinya Daud Waitulo mendapatkan kembalai suatu arti dari kehidupan ini Ia mengeluarkan selembar uang 10.000 rupiah dan diberikannya kepada sekertarisnya seraya berkata : " Ambil uang ini untuk menebus kue – kue dimasa kecilmu. Ambil, saya tidak bergurau. Saya terma kasih kau ingatkan soal arti dari suatu kemelaratan ".
" Ikhlas nih , pak ? " kata sekertarisnya sembari tertawa.
" Anggap saja jumlahnya jutaan rupiah. Itu bukan uang , tapi makna dari kata – kata berharga ", kata Daud.
Dan dari sepuluh orang pegawai – pegawai yang jadi bawahannya, Daud pada waktu makan siang membagi – bagikan tiap amplop selembar uang 10.000 dengan catatan : " Untuk anak saudara dirumah ".
Tiap pegawai dikantor itu terheran – heran , dan mereka membicarakannya setelah jam kerja habis. Mereka semua tidak tau mengapa hari ini Pak Daud Waitulo demikian dermawannya. Mereka malahan jarang disapa, dan kali ini Pak Daud memerlukan makan bersama – sama di kantin kantor.
Dan, ketika pulang dari kantor, Daud khusus pergi ketoko makanan untuk membeli kue bugis. Bila kuweh itu dibawanya pulang, tampak Laila begitu senang dan ia sendiri menghabiskan sepuluh kuweh.
" Maaf, Laila seperti serakah . Soalnya setelah muntah tadi pagi saya tak mau makan lagi . Jadi ini karena kelaparan ", kata Laila.
Episode 24
Mendengar kata 'kelaparan " , Daud ingat bahwa ia lupa pada niatnya untuk bersedekah kepada fakir miskin yang lapar. Daud langsung menggenggam tangan Laila. Dan berkata sungguh – sungguh : " Maukah kau menemaniku ? "
" Kemana ? mas Daud belum tidur siang ! "
" Bawa diriku ketempat – tempat dimana orang – orang miskin tidak ada rumah dan pakaian ", kata Daud, " Aku ingin merayakan kembiraan kita berdua bersama orang miskin itu ".
Laila menganggap Daud seperti barusan bermimpi.
Daud tidak pernah punya niat ebaik ini . Maka Laila menyambut keinginan Daud itu dengan hati yang ikhlas pula.
Baru menjelang malam mereka pulang bersamadengan wajah cerah dan puas.
" Bila anak ini lahir ", kata Daud, " Kita harus hati – hati menjaganya ".
" Tentu saja ", kata Laila.
" Ia tidak boleh sakit ", kata Daud
" Bahkan tak boleh masuk angin ", kata Laila.
" Ia tak boleh terlambat menyusu, tak boleh terlambat makan ", kata Daud.
" Dan yang terpenting, ia tidak boleh ditinggalkan Papanya", kata Laila, yang membuat Daud heran bertanya : " Apa maksudmu Papanya tak boleh meninggalkannya ? "
" Laila menyembunyikan perasaan , dan ia tertawa mengikik : " Aku hanya bergurau ".
" Kau maksudkan aku kawin lagi ya ? ya ? " Tanya Daud seraya dengan lucu mengepalkan tinju dan akan meninju muka isterinya . Laila membalas lelucon itu dengan sikap " angkat tangan " tanda ia menyerah kalah.
Oh, tak pernah ada suami isteri didunia ini yang sebahagia Laila dan Daud pada detik – detik itu . Terlebih – lebih lagi , ketika diperiksa ke dokter , memang Laila telah hamil.
Kehamilannya makin lama makin ditandai dengan perut Laila yang semakin membesar. Pada saat – saat ini , mereka tampak tambah rukun . Mereka selalu tampak berdua berjalan – jalan dikala pagi. Dan tak lupa bila bertemu orang – orang miskin peminta – minta, mereka memberikan sedikitnya seratus rupiah.
Orang - orang disekitar tempat mereka seakan – akan saling berbisik : Alangkah bahagianya suami isteri itu . Bukan orang – orang saja barang kali . Mungkin juga batu - batu yang mereka pijak , mungkin juga rumputan liar ditepijalan, mungkin juga pohon – pohon dan bunga – bunga, merasa iri hati pada pasangan manusia yang berbahagia itu.
Kadang kala mereka terlalu gembira, sehingga mereka lupa bercanda terlau asik ketika mandi berdu, Laila tiba – tiba terpeleset. Ia pingsan seketika itu juga. Daud jadi panik . Lestina ikut membantu iparnya. Lestina ikut mengangkat bersama kakaknta Daud , sampai Laila sadar kembali diatas tempat tidur. Daud agak prihatin , karena dari selangkangan Laila mengalir darah segar.
Keguguran ! itulah yang dikuatirkan Dau seketika itu juga. Buru – buru ia membawa Laila kerumah sakit . Dokter biasanya selalu bilang " tidak apa – apa " . Tetapi mereka menahan agar Laila diopname dirumah sakit.
" Berapa lama ? "
" Kira – kira 2 minggu " , kata dokter.
" Apa penyakit isteri saya yang sebebetulnya , dokter ? "
" Tidak apa – apa . Cuma terlalu lelah saja ", kata dokter.
Dua minggu lamanya Daud setiap pagi dan sore menjenguk Laila dirumah sakit. Dua minggu kalau pagi ia mengambil pakaian kotor Laila dan mengantar pakaian bersihnya. Laila terharu sekali ketika mendengar ucapan Daud : " Aku sendiri yang mencuci pakaian – pakaian mu . Lestina memang minta membantu , tapi aku sendiri merasa senang mencucinya, karna aku merasa dekat denganmu kala itu ".
Laila meneguk nafas berbahagia , juru rawat, dokter – dokter, kadang kala suka meninggalkan mereka berdua apabila mereka mulai melihat Laila dan Daud remas – remasan tangan.
Dan Daud tidak melewatkan saat – sat mesra itu untuk mengecup isterinya.
" Kenapa matmu merah, mas ? " Tanya Laila, ketika Daud dantang pada hari terkhir Laila dirumah sakit.
" Kurang tidur " kata Daud.
" Tak percaya ", kata Laila.
" Ya, terpaksa aku ngaku. Aku menangis semalaman . Tetapi tangisan itu berupa perasaan syukur dan prihatin atas bayi yang dalam kandunganmu, yang telah selamat dari bencana keguguran".
Laila meremas jari – jari tangan Daud, dan menciumnya sepuas-puasnya.
Bila Laila telah dirumah kembali, dengan kandungannya yang sudah enam bulan itu , suasana rumah tampak cerah. Memang kecerahaan sebuah rumah terletak pada tangan halus wanita bila merika ringan tangan untuk menyusunnya.
Tetapi tanpa diduga, muncullah ayah dan ibu Daud. Mereka tidak dating berdua , tetapi bersama seorang gadis yang kira – kira berusia 18 tahun . Laila menyambut kedatangan mertuanya tanpa mengingat kata – kata yang melukai dulu, apalagi dengan sikap berddendam.
" Oh ya, ", Kata Oom Waitulo , ayah Daud . " ini saya hampir lupa memperkenalkan nya pada Liala . Ini Meiske, tetangga kami ingin melihat Jakarta".
Laila untuk beberapa detik meneliti Meiske.
Episode 25
Gadis itu memang cantik . Dan bentuk wajahnya serta rambutntnya yang terurai panjang hingga kebetisnya, menambah cantik dan aseli, masih belum tersentuh oleh gunting rambut wanita kota.
Meiske segera saja ngobrol dengan Lestina. Sementara itu ayah dan ibu Daud tempak gelisah, sebab Daud belum pulang dari kantor. Baik ayah maupun ibu Daud, sama – sama senantiasa memakai isyarat khusus untuk mengucapkan sesuatu atau mengambil tindakan . Kini ibu Daud menerima isyarat dari ayah Daud . Ibu Daud berkata lemah lembut kepada Laila : " Itu si Meiske bukan hanya mau lihat – lihat Jakarta saja, tetapi memang akan menetap di kota ini. Ia melanjutkan study ke akademi ".
" Oh, itu baik sekali", kata Laila, " Kota Jakarta memang pusat dari segala ilmu , Cuma yang selalu sulit untuk anak – anak yang melanjutkan sekalah di Jakarta adalah tempat tinggal ".
Ayah Daud memberi isyarat. Ibu Daud segera berkata : " Nah, bagaimana pendapat Laila, sebab ibu dan ayah meiske menitipkan dia sepenuhnya kepada kami "
" Koq, sulit – sulit mama ", kata Laila yang selau senantiasa menyebut "mama " kepada ibu Daud , " Tinggal saja meiske disini " .
"Kami kuatir kau akan repot . Ada Lestina , sekarang ada meiske lagi ". Kata sang mama.
" Ah, malahan baik buat teman saya dikala senggang, buktinya Lestina'kan betah dirumah ini ", kata Laila dengan senyum tulus. " Apalagi untuk anak muda sekarang , perlu ada disiplin keluarga. Dalam hal ini mas Daud memang selalu rapi dalam mengontrol Lestina. Kadang kala saya rasa amat disiplin. Tetapi itu baik , bukannya kejam ".
Kini ayah Daud yang bicara setelah menerima isyarat : " Tapi tentu kami akan rundingkan dulu pada Daud ".
" Saya rasa mas Daud tidak keberatan apalagi bila saya mendorongnya ", kata Laila, pada waktu jam makan siang , Laila mengajak mertuanya untuk makan bersama. Kedua mertuanya menolak, " Ah, kita tunggu saja Daud pulang ".
" Mas Daud pulang pada jam lima ", kata Laila.
" Ou,…", sang mama hampir terpekik, untunglah menutup mulutnya yang menganga ou tadi !.
Dan mereka makan siang bersama . Pada saat itu Laila kebetulan berhadapan duduk dengan meiske . Oh, untuk kedua kalinya ia mengagumi kecantikan meiske. Tetapi bukan kecantikan gadis itu saja yang memperlihatkan pancaran kebersihan raut wajahnya itu . Tetapi Laila melihat tingkah laku meiske teramat amat manis. Gadis itu memiliki pribadi yang agung.
Tetapi----.hm --- dibalik Laila mengagumi lahir dan bathin, maka ada gangguan perasaan kala itu juga . Bahkan gangguan perasaannya itu mulai menyentak – nyentak kalbunya ketika pertama kali melihat meiske turun dari taxi bersama kedua orang tua mas Daud . Laila teringat surat papadan mama Daud. Rasanya gangguan perasaan itu menyebalkan hatinya. Tapi laila seorang wanita. Ia lebih mempercayai perasaannya dari pada akal fikirannya. Perasaan Laila berkata : " Gadis ini sangat memikat, tapi bisa juga memikat suamiku pula. Namun, bila ia mengatakan bahwa ia gembira un tuk menerima meiske indekost dirumah ini. Itu hanyalah ucapan kebesaran jiwanya belaka. Hati kecilnya berontak untuk tidak menyetujui tinggalnya meiske dirumahnya.
Laila tidak bisa tidur siang , karena harus ramah menemani mertuanya ngobrol – ngobrol diteras samping. Sang mama berkata : " Laila rajin sekali,. Bunga – bunga ini ditata amat manis ".
" Tapi bukan Laila sendiri, kami berdua mas Daud memilih kembangnya, dan dimana ditaroknya. Kadang kala Lestina menemani membantu ".
" Sudah berapa bulan kandunganmu, Laila ? " Tanya sang mama.
" Tujuh bulan, mama ", kata laila.
" Tidak disangka Daud akan punya anak juga ", kata sang papa.
" Lihatlah, pa ", kata sang mama kepada suaminya , " Laila pandai sekali memilih komposisi baju , warna dan bentuknya amat sederhana, kamu membelinya dimana , Laila ? " .
" Saya tidak membelinya , mama ", kata Laila.
" Semua saya jahit sendiri , juga pakaian bayi sudah saya angsur ".
" Mana " Tanya ibu Daud.
Laila dengan langkah mengenkang – engkang karena beratnya kandungannya , menuju kekamar tidurnya. Dan diambilnya dari lemari khusus bayi yang dibeli mas Daud : mulai dari popok , sampai pada pakaian – pakaian dingin , serta selimut flanelnya. Iamenunjukkan hasil pekerjaan nya itu pada mertuanya dengan rendah hati : " Ini Cuma belajar – belajar menjahit ".
" Bagus sekali seperti di took ", kata sang ibu Daud dengan polos . " Malahan kompossisinya mat modern , ya Pa ? ".
" Memang bagus ", kata ayah Daud.
Laila hanya tersenyum .

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites