English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Pages

Selasa, 04 Oktober 2011

REVOLUSI IRAN


30 Tahun Revolusi Iran, Perkasa dengan Program Nuklir

Minggu, 8 Februari 2009 - 11:04 wib
Tiga puluh tahun setelah revolusi Islam, Iran masih menyimpan ambisi menjadi sebuah kekuatan besar di Timur Tengah dan internasional. Untuk mencapainya, Iran menerapkan kebijakan anti-Amerika. Berhasilkah?

"Salah satu slogan revolusi adalah kemerdekaan, dan itu telah dicapai 100 persen," ujar pakar Timur Tengah Mohammed Sadegh al-Hosseini kepada AFP. "Jika dulu Shah (Reza Pahlevi, yang digulingkan revolusi Iran) ingin menjadikan negaranya sebagai pemain penting di Timur Tengah dengan dukungan Amerika Serikat (AS)," katanya. Tapi kenyataannya, tambah dia, yang dibuat Teheran masih sama, yaitu anti-Amerika.

Dulu AS menempatkan ribuan pasukan dan pejabatnya di Iran selama rezim Shah berkuasa, apalagi ketika itu Teheran menjadi pembeli senjata Washington terbesar. Namun, revolusi 1979 membalikkan keadaan ketika demonstrasi besar-besaran anti-Amerika meruncing. Setelah 30 tahun, slogan "Kematian bagi Amerika" masih tetap relevan dan diperkuat sejak Iran dipimpin Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang selalu berkoar-koar anti-Amerika.

Beberapa langkah yang ditempuh dua presiden Iran sebelumnya, seorang konservatif Akbar Hashemi Rafsanjani dan reformis Mohammad Khatami, menjalin hubungan normal dengan negara-negara Barat. Memang Ahmadinejad pernah menulis surat kepada mantan Presiden AS George W Bush, dan mengucapkan selamat kepada Barack Obama.Tapi pada saat bersamaan, dia kerap mengungkapkan bahwa "kekaisaran" Amerika hampir punah di dunia ini. Ahmadinejad juga kerap mengungkapkan pernyataan provokatif terhadap sekutu AS, Israel.

Dia menyatakan rezim Zionis tersebut bakal hilang dari peta dunia, dan menyebut Holocaust hanya sebuah mitos. Jelas, pernyataan keras Ahmadinejad memperlebar kesenjangan Barat dan Teheran. "Pemerintah Islam Iran didasarkan pada fondasi pemikiran anti-Amerika. Presiden Ahmadinejad hanya memperkuatnya," ungkap seorang diplomat Uni Eropa yang enggan disebutkan namanya.

Keinginan Republik Islam Iran memperkuat pengaruhnya di kawasan regional bukan hanya menjadi perhatian serius Washington, melainkan juga Eropa dan negara-negara Arab lainnya. "Negara-negara besar memang mengisolasi Iran dari bangsa-bangsa besar di panggung internasional," papar analis Iran Mashallah Shamsolvaezin. "Sebagai kompensasinya, dia (Ahmadinejad) bermain kartu dengan negara-negara seperti Venezuela, Kuba, Bolivia, dan Rusia serta China," imbuhnya.

Jelas sekali, satu hal yang diinginkan Ahmadinejad, Iran ingin diakui sebagai negara besar dengan kemampuan nuklir dan program rudal. Kemudian terakhir, peluncuran satelit pertama buatan dalam negeri yang disebut Omid (Harapan). Teheran juga kerap mengintervensi kebijakan-kebijakan negara-negara Arab. Dukungan Iran terhadap pejuang Hezbollah Lebanon dan Hamas di Jalur Gaza.

Ahmadinejad pun meraih kepopuleran yang pasti di jalan-jalan negara Arab, dan para pemimpin negara Arab mengkhawatirkan hal tersebut. Salah seorang diplomat Barat mengungkapkan, Iran juga menunjukkan pengaruhnya untuk mengakhiri invasi Israel ke Gaza. "Keperkasaan Iran juga menimbulkan ketakutan di negara-negara Arab," ungkap diplomat tersebut.

Salah satu yang membuat Iran tampak perkasa di mata dunia internasional adalah program nuklirnya. Program atom Iran mulai dikenal masyarakat internasional pada 2002 setelah laporan dinas rahasia sejumlah negara, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), mendapat informasi bahwa Teheran sedang mengupayakan untuk melakukan sendiri pengayaan uranium. Bahkan, reaktor atom Natanz telah dirahasiakan selama 18 tahun sebelum terungkap ke publik.

"Kami hanya menerima hak kami dalam rangka perjanjian nonproliferasi nuklir, tidak lebih dan tidak kurang," tantang Ahmadinejad. Hingga awal 2006, Iran bahkan berhasil menguasai teknologi elemen bakar dan proses pengayaan memperkaya uranium. Kini, Iran memiliki 5.000 sentrifugal (alat pengayaan uranium). Hebatnya lagi, rakyat Iran memandang program nuklir itu diterima sebagai lambang prestasi nasional mahaagung. Mengenai Omid, satelit Iran tersebut juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi bangsa Barat.

Negara Barat menyatakan teknologi peluncuran satelit sama seperti dengan kemampuan peluncuran rudal balistik. Mereka pun menuding peluncuran satelit tersebut berkaitan dengan pengembangan kemampuan nuklir militer. Awalnya, proyek satelit itu diluncurkan berdasarkan atas arahan Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Ali Khamenei. Khamenei ingin Iran mengembangkan teknologi strategis nasional sejalan dengan Gerakan Peranti Lunak yang dilakukan universitas di Iran.

Proyek tersebut dimulai pada Maret 2005 dengan tujuan menyiapkan landasan untuk memajukan industri ruang angkasa nasional di Iran. Mantan Duta Besar China untuk Iran Leo Jen Tang kemarin mengatakan bahwa peluncuran Omid merupakan kemajuan paling berarti bagi Teheran. Dia juga berkomentar, setelah 30 tahun revolusi Islam, Iran berhasil mencapai "kemerdekaan" dan "kebebasan" yang sebenarnya.

Selain itu, ada beragam prestasi Iran setelah 30 tahun revolusi Islam, di antaranya nilai ekspor minyak mentah Iran meningkat tiga kali dibandingkan 30 tahun lalu. Kini, Iran mampu mengekspor minyak mentah mencapai USD68 miliar, padahal pada 1979 hanya USD25 miliar. Perusahaan Minyak Nasional yang dibentuk pada 1979 memiliki peranan strategi dalam meningkat industri minyak di negara tersebut.

Prestasi dalam bidang kesehatan adalah Iran menjadi negara yang paling besar memproduksi vaksin dan serum di Timur Tengah. Iran sendiri telah memproduksi lebih dari 4 juta vaksin dan serum dari berbagai jenis setiap tahunnya. Produk kesehatan tersebut mampu bersaing dengan berbagai pesaing dalam perluasan pasar.

Sementara itu, Wakil Presiden Iran Parviz Davoudi mengungkapkan Iran telah menjadi negara yang memimpin perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan aktivitas ekonomi. "Iran pun bakal terus berinovasi dalam ilmu pengetahuan dan mencapai terobosan-terobosan dalam ekonomi. Kita akan mampu menyalip negara-negara lain baik dalam level regional maupun internasional," paparnya pada IRNA, kantor berita resmi Iran.

Sementara itu, kekecewaan tetap saja terjadi di balik optimisme. Kekecewaan dari kubu barisan sakit di Teheran adalah belum sempurnanya demokrasi. Mehdi Karroubi, politikus Iran, mengingatkan bahwa mendiang Ayatollah R Khomeini menginginkan sebuah Republik Islam yang bergantung pada suara rakyat dan menjalankan ajaran Islam. "Kita menyelenggarakan pemilihan, tetapi tetap saja ada intervensi dari terhadap pemerintahan dari Dewan Penjaga Revolusi," ujar ulama proreformasi ini.

Karroubi mengungkapkan, beberapa intervensi memang legal, tetapi kini semakin meluas campur tangan dewan tersebut serta terlalu berlebihan. Dewan Penjaga Revolusi merupakan badan yang mengawai jalannya pemilu di bawah konstitusi dan menyeleksi anggota parlemen. Kemudian, partai-partai berasaskan non-Islam, seperti liberal dan Marxis, juga dilarang di Iran.

Selama 30 tahun kembalinya Bapak Revolusi Iran Ayatullah R Khomeini dari pengasingan untuk memimpin revolusi Islam dirayakan besar-besaran Pengganti Khomeini, Ayatollah Ali Khamenei, bersama dengan Presiden Mahmoud Ahmadinejad dan kabinetnya serta para komandan militer, berkumpul di pusaran Khomeini di bagian selatan Teheran pada Sabtu (31/1/2009) untuk merayakan peringatan tersebut.(sindo//mbs)


0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites